RumahCom – Pandemi Covid-19 memukul semua emiten properti. Tak heran jika kinerja sektor ini masih cenderung stagnan hingga pekan ketika pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja saham sektor properti dan konstruksi minus 34,9 persen dibandingkan posisi awal tahun 2020. Pekan lalu saja, sektor ini ditutup pada level 327, turun dari posisi 503 sejak awal tahun.
Kendati begitu, beberapa analis menilai sektor properti dan konstruksi akan pulih dalam jangka panjang. Tentu ini seiring dengan kebijakan ‘new normal’ alias kenormalan baru.
Dalam proses pemulihan, analis menyarankan agar masyarakat mengoleksi saham sektor properti. Saham-saham berkapitalisasi besar, seperti PT Pakuwon Jati Tbk atau PWON, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Ciputra Development Tbk atau CTRA, tentu layak untuk dikoleksi.
Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, saham sektor properti akan tumbuh terus usai bangkit dari posisi terburuknya pada akhir April lalu, yang berada di level 286.
Hans optimistis tren sektor properti melenggang di zona hijau. Hal ini karena sektor properti akan memiliki penopang, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 25 Tahun 2020 mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ia menyebut, semua pengembang menyambut aturan ini. Sebab, ada potensi besar yang dapat mendorong kinerja keuangan emiten properti.
“Dengan UU Tapera yang disetujui pemerintah, maka akan mendatangkan permintaan ke sektor properti, tak heran pengembang menyambut positif,” tutur Hans dalam keterangan tertulis, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Selasa, 30 Juni 2020.
Adapun Program Tapera akan menghimpun dana pekerja, baik PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD, ataupun pekerja swasta, serta pekerja mandiri, untuk pembiayaan perumahan.
Peserta Tapera yang merupakan para pekerja terdaftar nantinya akan dikenakan iuran simpanan sebesar 3 persen dari gaji atau upah. Iuran ini dipotong dari gaji pekerja secara periodik dan akan dikembalikan setelah masa kepesertaan berakhir.
Hans menilai, permintaan properti di pinggiran ibu kota akan semakin banyak. Ini merupakan dampak perubahan daya hidup akibat Covid-19, dari yang biasa ke mal kini banyak tinggal di rumah. Perumahan dengan harga Rp 300 juta pun makin banyak diburu konsumen.
Selain itu, faktor lain yang membuat masyarakat harus membeli saham emiten properti adalah pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen, serta tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility menjadi masing-masing 3,5 persen dan 5,0 persen.
Kenormalan baru yang disambut dengan dibukanya pusat pusat perbelanjaan juga bisa membuat emiten yang bergerak di pengembangan mal atau memiliki jaringan mal pulih kembali.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta berujar, salah satu faktor pendorong bagi saham properti, yaitu kebijakan pelonggaran moneter. Pendorong lainnya adalah pengembang cenderung mengandalkan recurring income.
Menurut Nafan, dari sisi aset, hampir semua pengembang mengalami kenaikan saat ini. Bahkan, mereka mampu meningkatkan aset karena menerapkan sejumlah inovasi di berbagai produk properti, sekaligus juga tetap berkomitmen melanjutkan proyek mereka.
Kepala Riset Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menuturkan, dalam jangka panjang ekonomi Indonesia pun bakal terus tumbuh. Sejumlah sektor akan terdorong, salah satunya properti.
“Proyek infrastruktur tetap berlanjut. Ini memberi sentimen positif. Emiten properti seperti LPKR dalam jangka panjang kinerja membaik, juga bisa meraup untung,” kata dia.
Temukan lebih banyak pilihan rumah terlengkap di Daftar Properti dan Panduan Referensi seputar properti dari Rumah.com
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya Rumah