RumahCom – Selama ini praktik transaksi jual-beli produk properti khususnya apartemen kerap dilakukan dengan cara yang tidak benar. Kasus mega proyek di wilayah Cikarang yang menjadi perhatian nasional harus menjadi momentum pembenahan karena ada banyak transaksi yang tidak benar.
Umumnya penjualan unit rumah susun atau apartemen di Indonesia dilakukan saat produknya masih dalam bentuk rancangan atau diistilahkan jual gambar. Bila produk diminati, barulah proyek apartemen tersebut dibangun dengan menggunakan uang cicilan konsumen maupun KPA bank.
Dalam perjalanannya ada cukup banyak proyek apartemen yang terkendala, ditunda, bahkan mangkrak. Karena perjanjian hanya dilakukan antar perusahaan developer dengan konsumen, pihak yang paling banyak dilakukan umumnya konsumen karena uang muka ataupun cicilannya bisa terpotong bahkan hangus saat proyek batal dibangun.
Hal ini mendapatkan sorotan dari kalangan anggota DPR. Menurut Anggota Komisi VI DPR Daeng Muhammad, Komisi VI telah menerima aspirasi dari konsumen Apartemen Meikarta di Cikarang yang dikembangkan oleh pengembang nasional Lippo Group. Proyek Meikarta awalnya dipasarkan dengan gegap gempita dan berhasil menarik minat banyak konsumen karena menyasar harga yang sangat affordable dan saat ini banyak diprotes konsumen karena belum juga terlihat tanda untuk menyerahkan unit yang dijanjikan.
“Kami sudah mengundang pihak pengembang yaitu PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) untuk menyelesaikan permasalahan ini karena sangat merugikan konsumen. Tapi pihak pengembang tidak memenuhi undangan kami padahal ini untuk kepentingan ribuan konsumen yang telah menyampaikan aspirasinya dan ingin didampingi oleh kita,” ujarnya.
Perlindungan kepada masyarakat dalam hal ini konsumen harus ditegakkan dan jangan sampai menjadi korban wanprestasi pengembang yang tidak bisa memenuhi janji pengembangannya. Daeng juga menyebut telah melihat data transaksi jual-beli apartemen Meikarta yang disebut ada kesalahan dari pihak pengembang tapi dibebankan kepada konsumen.
Beberapa hal yang mencuat antara lain, konsumen yang sudah membeli secara tunai (cash) pada tahun 2017 lalu belum juga mendapatkan unitnya tapi bila ingin dibatalkan akan dikenakan potongan Rp63 juta. Di sisi, lain bila unitnya dipindahkan harganya menjadi Rp400 juta.
Sebagai pengembang seharusnya perhitungan teknis sudah dilakukan dengan matang lengkap dengan kajian-kajiannya. Ketika ada kesalahan, wanprestasi, jangan konsumen yang harus menanggung beban tersebut. Proyek Meikarta sendiri diperkenalkan sejak tahun 2017 lalu dan selama kurun waktu tersebut telah banyak menimbulkan polemik.
Kejanggalan lainnya, transaksi yang belum mencapai tahap akad kredit tapi konsumen sudah dikenakan pungutan PPN. Hal ini menjadi pertanyaan karena PPN apa yang dipungut sementara produk yang menjadi obyek pajak itu sendiri belum ada dan menjadi pertanyaan dikemanakan PPN tersebut?
“Harus dicek PPN-nya disetorkan ke negara apa tidak karena nyatanya konsumen sudah dibebankan. Semuanya harus terbuka dan clear apakah perusahaan ini dijalankan dengan benar atau tidak. Jangan lagi kita mengorbankan konsumen yang itu masyarakat yang harus kita lindungi,” tandas Daeng.
Bangun rumah tidak harus selalu mahal. Siasati trik bangun rumah dengan anggaran minim lewat video berikut ini.
Temukan lebih banyak pilihan rumah terlengkap di Daftar Properti dan Panduan Referensi seputar properti dari Rumah.com
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah