RumahCom – Ahli waris adalah pihak yang berhak menerima harta warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia. Perpindahan hak kebendaan tersebut tidak hanya menyangkut siapa-siapa yang berhak mendapatkan harta waris saja, melainkan juga tentang bagian masing-masing ahli waris dan skema pembagiannya.
Secara mendalam mengenai proses dan skema pembagian harta waris, berikut siapa-siapa yang berhak mendapatkan harta waris dan besarnya bagian masing-masing ahli waris, selengkapnya akan dijelaskan Rumah.com dalam artikel ini.
Apa Itu Ahli Waris? 1. Pengertian Ahli Waris 2. Aturan Hukum Ahli Waris
Hukum dan syariat Islam telah mengatur dan menetapkan dengan jelas siapa-siapa saja pihak yang berhak mendapatkan warisan, atau yang kemudian dikenal dengan sebutan ahli waris. Baik dari kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan beserta bagiannya masing-masing. Lalu, apa yang dimaksud dengan ahli waris?
1. Pengertian Ahli Waris
Melansir Wikipedia, ahli waris dalam kajian hukum Islam adalah orang yang berhak mendapat bagian dari harta orang yang meninggal. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari gabungan kata "ahl" yang berarti keluarga, family, dan "waris" yang berarti penerima harta peninggalan orang yang meninggal dunia. KBBI mengartikan ahli waris sebagai orang-orang yang berhak menerima warisan (harta pusaka).
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Adapun faktor yang menyebabkan hubungan kewarisan adalah sebagai berikut:
Adanya hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah
Adanya hubungan silaturahmi atau kekerabatan antara keduanya
Adanya hubungan darah ditentukan pada saat adanya kelahiran
Tips Rumah.com
Selain hubungan kekerabatan, adanya hubungan kewarisan juga disebabkan oleh hubungan perkawinan. Dalam Surat An-Nisa Ayat 12, berlakunya hubungan kewarisan antara suami dan istri didasarkan kepada dua ketentuan. Pertama, bahwa antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah. Ketentuan kedua, bahwa antara suami dan istri masih berlangsung ikatan perkawinan pada saat meninggalnya salah satu pihak.
2. Aturan Hukum Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta warisan, baik melalui hukum Islam, Hukum Perdata, dan hukum adat.
Berdasarkan hukum Islam, keberadaannya ditentukan oleh dua hal. Pertama, karena terdapat hubungan pertalian darah ayah dan anak. Kedua, karena terdapat hubungan pernikahan.
Kata ahli waris yang sering dipahami sebagai keluarga, faktanya tidak secara otomatis dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang telah wafat. Kedekatan hubungan kekeluargaan pun dapat mempengaruhi kedudukan dan hak-haknya untuk mendapatkan warisan. Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tidak dikategorikan sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan karena jalur yang dilaluinya perempuan.
Dari segi hubungan kekeluargaan ahli waris dapat dibedakan menjadi dua:
Ahli waris nasabiyah
Ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah.
Ahli waris sababiyah
Hubungan kewarisan yang ditimbulkan oleh sebab tertentu, yaitu:
Perkawinan yang sah (al-mushaharah)
Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau karena adanya perjanjian tolong menolong.
Jika dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima, maka ahli waris dibedakan menjadi dua golongan diantaranya:
Ahli waris ashab al-furud
Ahli waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah ditentukan dalam Alquran seperti 1/2, 1/3, 1/6.
Ahli waris ‘ashobah
Ahli waris yang bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris ashab al-furud. Ahli waris zawi al-arham, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan Alquran tidak berhak mendapatkan bagian warisan.
Apabila dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekeluargaan yang menyebabkan keluarga dekat lebih berhak menerima warisan dari yang jauh, maka ahli waris dapat dibedakan menjadi:
Ahli waris hajib
Ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi ahli waris yang jauh, atau karena garis keturunannya yang menyebabkan dapat menghalangi ahli waris yang lain.
Ahli waris mahjub
Ahli waris yang jauh yang terhalang oleh ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan jika tidak ada ahli waris yang menghalanginya
Pengertian ahli waris adalah orang-orang yang didalam KUHPerdata adalah yang berhak menerima harta warisan pewaris dan diperbolehkan oleh hukum. Pada kondisi tertentu, ahli waris bisa tidak mendapat atau mewarisi harta warisan dari si pewaris, bila ahli waris melakukan hal yang dilarang undang-undang untuk menerima warisan. Berdasarkan Hukum Perdata, ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu:
Pertama, orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat (Pasal 830 KUHPerdata).
Kedua, orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan terikat dengan perkawinan (Pasal 832 KUHPerdata).
Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata, yaitu:
Golongan I
Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)
Golongan II
Orang tua dan saudara kandung pewaris.
Golongan III
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
Golongan IV
Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang. Dalam Hukum Perdata, golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di bawahnya tidak akan mendapatkan warisan.
Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.
4. Surat Keterangan Ahli Waris
Dalam membuat surat keterangan ahli waris, ada tahap yang perlu diikuti terlebih dahulu yakni membuat Surat Pernyataan Ahli Waris. Isi surat ini menjelaskan siapa saja ahli waris yang berhak menerima harta warisan, dengan mencantumkan identitas dari seluruh ahli waris yang berhak. Melansir dari laman Kemenpan RB, syarat untuk mendapatkan surat keterangan ahli waris adalah sebagai berikut:
Seluruh ahli waris wajib datang sebagai pemohon
Fotokopi KTP
Fotokopi KK
Akte kematian
Pengantar Kepala Lingkungan
Fotokopi KTP saksi
Materai 10.000
Fotokopi pembayaran PBB tahun berjalan
Setelah persyaratan di atas sudah terpenuhi, ada beberapa yang harus dilakukan diantaranya:
Pemohon mengisi buku tamu, dan menyampaikan tujuannya
Pemohon menyerahkan berkas persyaratan kepada petugas
Petugas memeriksa berkas
Petugas membuat surat ahli waris
Pemohon memeriksa dan menandatangani surat ahli waris yang telah dibubuhi materai
Penandatanganan surat ahli waris oleh saksi
Penandatanganan surat ahli waris oleh Lurah
Penomoran surat keterangan ahli waris oleh petugas
Petugas menyerahkan surat keterangan ahli waris kepada pemohon
Pemohon mengisi Survey Kepuasan Masyarakat (SKM)
Untuk lebih jelasnya mengenai Surat Keterangan Ahli Waris dan contoh Surat keterangan Ahli Waris bisa klik di sini!
Tonton video yang informatif berikut ini untuk mempelajari tips beli rumah lelang bank yang bisa Anda ikuti dengan mudah!