Apa Bedanya Akta Jual Beli dan Sertifikat? Ternyata Ini Jawabannya!

Piti Hanifiah
Apa Bedanya Akta Jual Beli dan Sertifikat? Ternyata Ini Jawabannya!
RumahCom – Proses jual beli properti merupakan proses yang panjang dan melibatkan berbagai dokumen. Ada sejumlah dokumen yang berkaitan dengan properti, dua yang sangat penting adalah Akta Jual Beli (AJB) dan sertifikat.
Sayangnya, tak banyak yang mengetahui dengan benar apa bedanya akta jual beli dan sertifikat. Merasa puas dan aman hanya dengan mengantongi AJB. Padahal masing-masing memiliki kekuatan hukum yang berbeda. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai kedua dokumen tersebut simak artikel ini yang akan membahas:
  • Perbedaan AJB dan sertifikat
  • Perbedaan kekuatan hukum AJB dan sertifikat
  • Prosedur mengurus AJB menjadi SHM
  • Rincian biaya AJB menjadi SHM
Berikut penjelasan lebih detail mengenai perbedaan AJB dan sertifikat, kekuatan hukum, prosedur pengurusan beserta biayanya yang bisa Anda simak.

Perbedaan AJB dengan Sertifikat

AJB dan sertifikat walaupun sama-sama penting namun memiliki perbedaan fungsi. (Foto: Pexels - Anete Lusina)
Apa bedanya Akta Jual Beli dan Sertifikat? AJB atau Akta Jual Beli merupakan dokumen bukti terjadinya jual beli resmi atas tanah atau rumah dengan harga yang telah disepakati bersama.
Dokumen ini menandakan adanya pengalihan hak atas tanah dan bangunannya. Dokumen AJB digunakan sebagai pegangan bagi pembeli dan penjual dalam memenuhi tanggung jawab masing-masing.
Sedangkan sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, yang sudah dibukukan dalam buku tanah. Ada beberapa jenis sertifikat, yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS).
Perbedaan lain antara akta jual beli dan sertifikat adalah, AJB dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat langsung oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sedangkan satu-satunya lembaga yang dapat mengeluarkan sertifikat tanah adalah BPN, dengan melibatkan PPAT.
Umumnya untuk tanah atau rumah tinggal bentuk sertifikat adalah SHGB dan SHM. Pemilik sertifikat SHGB memiliki hak untuk memanfaatkan lahan yang bukan miliknya sesuai izin yang disepakati. SHGB memiliki jangka waktu berlaku hingga 30 tahun, namun setelah itu dapat diperpanjang maksimal 20 tahun.
Berbeda dengan sertifikat hak milik (SHM). Orang yang mempunyai tanah dengan sertifikat SHM mempunyai hak untuk menggunakan tanah tersebut seumur hidupnya. Bahkan sesuai hukum yang berlaku, SHM dapat diwariskan dari generasi ke generasi.
AJB merupakan salah satu bukti adanya pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Namun ada baiknya jika sebelum membeli rumah, Anda memastikan terlebih dahulu kelengkapan sertifikat rumah tersebut. Jika Anda sedang mencari hunian dengan sertifikat lengkap, cek daftar listing di kawasan Bogor dibawah Rp1 miliar ini!

Perbedaan Kekuatan Hukum AJB dan Sertifikat

Apa bedanya Akta Jual Beli dan Sertifikat? Di antara semua jenis sertifikat, SHM memiliki kekuatan hukum tertinggi. (Foto: Pexels - Sora Shimazaki)
Setiap dokumen yang berkaitan dengan properti memiliki peran penting. Masing-masing dokumen memuat informasi mengenai status hukum tanah dan rumah, siapakah yang berhak dan hak pihak lain, serta beban lain pada tanah tersebut.
Lalu apa bedanya Akta Jual Beli dan sertifikat? Walaupun semua penting, namun kekuatan mereka di mata hukum berbeda. Banyak orang yang menganggap kekuatan hukum dari keduanya sama. Ini bedanya.
AJB misalnya, AJB diperlukan ketika Anda akan membuat sertifikat tanah. Karena dengan adanya AJB, Anda membuktikan bahwa pengalihan hak atas tanah dengan jual beli adalah sah.
Namun secara legal, Anda belum memiliki hak atas tanah tersebut. Karena menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, sertifikat bukti kepemilikan tanah atau properti tak ada yang wujudnya AJB, melainkan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Itulah sebabnya SHM memiliki kekuatan hukum tertinggi. Ketika SHM ada di genggaman, pihak lain tidak bisa campur tangan atas kepemilikan tanah dan bangunan atau properti tersebut.
Ketika terjadi permasalahan terkait dengan tanah tersebut, maka nama yang tercantum dalam SHM yang akan diakui secara hukum sebagai pemilik sah dari tanah tersebut. SHM juga bisa digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank, sedangkan AJB tidak.

Tips Rumah.com

Segera ubah AJB menjadi SHM agar Anda memiliki kekuatan hukum tertinggi atas tanah yang Anda miliki.

Prosedur Mengurus AJB Menjadi SHM

Ada beberapa persyaratan dan prosedur yang harus dipenuhi untuk mengubah AJB menjadi SHM. (Foto: Pexels - Sora Shimazaki)
Apa bedanya Akta Jual Beli dan Sertifikat, di sinilah betapa istimewanya SHM. Karena itu ketika memutuskan membeli properti, jangan puas dengan hanya memiliki AJB. Tingkatkan dengan membuat SHM, sebab bagaimanapun, bukti kepemilikan tanah tertinggi adalah SHM. Banyak yang bisa Anda lakukan dengan memiliki SHM.
Memang proses pembuatan SHM memerlukan waktu berbulan-bulan dan prosedur yang panjang. Namun manfaatnya luar biasa. Anda bisa meminta bantuan notaris bila tak ingin terlalu repot. Tetapi sebenarnya Anda bisa mengurus sendiri, asalkan mengikuti persyaratan dan prosedurnya. Berikut prosedur yang harus Anda ikuti.

1. Siapkan Berkas

Jangan sampai Anda pergi ke kantor BPN setempat tanpa membawa dokumen yang lengkap. Beberapa berkas yang harus Anda bawa yaitu, fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, fotokopi NPWP, AJB, bukti pembayaran PBB, surat bebas sengketa tanah dari kelurahan.

2. Lakukan Pendaftaran Online

Di tengah pandemi COVID-19, untuk mencegah terjadinya kerumunan, Anda perlu melakukan pendaftaran online untuk mendapat jadwal ke loket BPN di tempat Anda. Caranya dengan mengirim permohonan ke email resmi BPN setempat. Lampirkan berkas-berkas tersebut dalam bentuk file PDF. Tunggu balasan email untuk mendapat jadwal.

3. Datangi Loket BPN

Setelah mendapat jadwal, Anda bisa langsung datang ke loket BPN setempat dengan membawa berkas-berkas atau dokumen yang sudah dipersiapkan. Di loket tersebut akan dilakukan validasi berkas.

4. Pengukuran Tanah

Setelah berkas divalidasi, pihak BPN memberikan tanda terima dokumen. Lalu petugas BPN akan melakukan pengukuran tanah di lokasi sertifikat tanah yang akan dibuat. Berikan alamat yang lengkap agar petugas BPN dapat dengan mudah menemukan lokasi tersebut. Pemohon atau kuasanya wajib menunjukkan batas-batas tanah tersebut.

5. Pemetaan, Pencetakan, dan Pengesahan

Sesudah pengukuran tanah selesai dilakukan, petugas BPN akan melakukan pemetaan dan pencetakan luas rumah. Setelah itu BPN akan membuat surat ukur yang akan disahkan atau ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

6. Proses Pertimbangan oleh Panitia

Panitia dalam hal ini adalah pejabat yang berwenang, yaitu petugas dari BPN dan lurah setempat. Proses ini dilakukan di Sub Seksi Pemberian Hak Tanah.

7. Pengumuman Data Yuridis

Pengumuman data yuridis terhadap hak atas tanah tersebut dilakukan di kantor kelurahan dan BPN selama sekitar 2-3 bulan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa.

8. Penerbitan SK Hak Atas Tanah

Bila dalam kurun waktu 2-3 bulan tidak ada yang berkeberatan atau mempermasalahkan maka akan dilakukan pengesahan pengumuman, lalu BPN akan menerbitkan SK Hak Atas Tanah dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM).

9. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Pemohon bisa melunasi BPHTB setelah pengukuran tanah. Besaran BPHTB sesuai luas yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur dan jumlah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

10. Pengambilan Sertifikat

Sertifikat diambil di kantor BPN tempat mendaftar. Lama penerbitan SHM berbeda-beda, tergantung lokasi dan faktor-faktor lain. Namun rata-rata SHM baru bisa diambil setelah enam bulan.
Tonton video berikut ini untuk mengenal apa itu BPHTB!

Rincian Biaya AJB Menjadi SHM

Persiapkan biaya untuk mengubah AJB menjadi SHM. (Foto: Pexels - Ahsanjaya)
Ada beberapa biaya yang harus Anda keluarkan ketika akan mengubah akta jual beli (AJB) menjadi sertifikat, khususnya SHM. Beberapa jenis biaya yang harus dikeluarkan yaitu, biaya pengukuran, biaya panitia, dan biaya pendaftaran.
Besarnya biaya pengukuran tergantung pada provinsi di mana lokasi properti tersebut berada dan luas tanah. Namun ada rumus dasar untuk menghitung biaya tersebut.
Menurut PP no 13/2010 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara bukan Pajak (PNPB), rincian biaya untuk pelayanan pengukuran yang tercantum pada pasal 4 adalah:
  • Luas tanah hingga 10 hektare, Tu = (L/500 x HSBKu) + Rp 100.000
  • Luas tanah di atas 10 hektare – 1.000 hektare, Tu = (L/4.000 x HSBKu) + Rp 14.000.000
  • Luas tanah di atas 1.000 hektare, Tu = (L/10.0000 x HSBKu) + Rp 134.000.000
*Tu (tarif ukur), L (luas tanah), HSBKu (harga satuan biaya khusus kegiatan pengukuran)
Sebagai contoh, pengurusan SHM tanah dengan luas 100 meter persegi di DKI Jakarta, rinciannya sebagai berikut:
  • Biaya pengukuran: Rp 124.000
  • Biaya panitia: Rp 390.000
  • Biaya pendaftaran: Rp 50.000
Total biaya: Rp 564.000
Itulah bedanya akta jual beli dan sertifikat. Keduanya sangat penting dalam proses peralihan kepemilikan properti. Namun bila ingin memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat, segera naikkan status akta jual beli menjadi SHM.
Temukan lebih banyak pilihan rumah terlengkap di Daftar Properti dan Panduan Referensi seputar properti dari Rumah.com

Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah

Tanya Rumah.com

Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami

Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.

Kalkulator KPR

Ketahui cicilan bulanan untuk hunian idaman Anda lewat Kalkulator KPR.

Kalkulator Keterjangkauan

Ketahui kemampuan mencicil Anda berdasarkan kondisi keuangan Anda saat ini.

Kalkulator Refinancing

Ketahui berapa yang bisa Anda hemat dengan melakukan refinancing untuk cicilan rumah Anda saat ini