Begitulah arti rumah menurut Oki, istri dari Diki yang pada akhirnya bisa merasakan buah dari perjuangan sang suami yang sejak masih lajang sudah bercita-cita untuk punya rumah sendiri. Di rumah yang berdiri di atas dua kaveling dengan total luas tanah 240 m2 ini Diki tinggal dan hidup bahagia bersama Oki, dan kedua buah hatinya sambil menjalankan bisnis dari rumahnya.
Ya, Diki memang lebih dulu membeli rumah di Perumahan Bukit Jatisari, Semarang, rumah yang mereka tempati sekarang, sebelum bertemu Oki. “Jadi bagi para jombloers, belilah rumah dulu, nanti jodoh akan mengikuti,” canda Oki.
Cerita perkenalan Diki dan Oki memang dicomblangi oleh seorang teman. Sang teman ingin mengenalkan Oki dengan seniornya di kampus, dengan mengatakan bahwa si senior ini sudah punya rumah, sudah lengkap, tinggal ditempati saja. Wanita bernama lengkap Indra Octora berkisah mengenai pertemuannya dengan M. Diki Ismail yang kemudian menjadi suaminya itu.
Sekitar 10 tahun lalu, berangkat ke kawasan Perumahan Bukit Jatisari, Semarang dirasa Oki sangat jauh. Bahkan ia sempat berpikir alamatnya tidak ada di peta. Akses jalanannya pun masa itu masih sempit, ia bertanya-tanya apa yang membuat Diki, sang senior, membeli rumah di kawasan tersebut.
Mau punya hunian yang nyaman di Semarang, Jawa Tengah yang proyeksinya bagus di masa depan? Cek aneka pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp300 jutaan di sini!
Namun kenyataannya, kini Diki dan Oki bahagia bisa memiliki rumah yang lokasinya dulu diabaikan orang. Berbekal keyakinan dan proyeksi area yang terus berkembang, rumah yang diyakini punya potensi investasi tinggi di masa depan, keputusan Diki saat itu untuk membeli rumah impiannya di area Mijen ini memang sangat tepat.
Cerita Diki Hidup Hemat, Rajin Menabung, Demi Punya Rumah Sendiri
Perumahan Bukit Jatisari terletak di Kelurahan Jatisari, Kecamatan Mijen. Letaknya di atas bukit yang sebelumnya merupakan hutan karet. Pada saat Diki membelinya, daerah ini masih cukup sepi dengan udara yang sejuk. Ketika itu, Diki yang juga seorang bujangan, sedang mencari rumah sebagai investasi.
Diki, yang rajin menabung memang memiliki cita-cita untuk punya rumah sendiri sejak masih melajang. Hidup irit dijalaninya, mulai dari membawa bekal makanan dari rumah, jarang ikutan kumpul-kumpul dengan teman-teman, adalah tips sukses Diki menabung demi mimpinya untuk punya rumah sendiri.
Apalagi saat itu Diki masih tinggal dengan orang tua, setengah dari gajinya langsung dimasukkan ke tabungan dengan tujuan untuk membeli rumah. Niatan untuk membeli rumah telah tertanam kuat di benak Diki, sambil terus menabung ia juga melakukan berbagai usaha demi meng-goal-kan tujuannya tersebut.
Di waktu senggangnya, Diki sering mengunjungi pameran perumahan di mal, mengumpulkan brosur perumahan, dan juga mengumpulkan informasi melalui internet, di antaranya melalui situs properti Rumah.com. Diki pun tak lelah datang langsung ke agen-agen dari perumahan yang ia rasa menarik, hingga survei lokasi.
Saat melakukan proses pencarian itulah Diki ditawari rumah di Perumahan Bukit Jatisari oleh seorang agen properti. Lokasinya tergolong jauh dari pusat Kota Semarang, sekitar 23 kilometer. Rasa penasaran membuat Diki rela langsung survei lokasi demi mengenal akses ke kawasan tersebut.
Cerita Diki Nekat Beli 2 Tanah Kaveling Meski Tabungannya Tidak Cukup Buat DP
Sesampai di Jatisari, Diki merasakan suasana yang masih asri dan murni. Udaranya masih sangat sejuk. Oki mengulang apa yang waktu itu Diki pikirkan, “Selain sejuk, juga tidak terlalu dekat dengan rumah orangtuanya di Ngaliyan, Semarang Barat. Agar ada rasa mudik kalau ke rumah orangtua.”
Tidak tanggung-tanggung, Diki nekat langsung membeli dua tanah kaveling yang masing-masing seluas 120 m2 di perumahan ini. Padahal kala itu tabungannya belum cukup untuk melunasi DP atau uang muka pembelian tersebut.
“Malah sebenarnya waktu itu yang ditawarkan tiga kaveling, tapi Diki pikir terlalu besar. Akhirnya Diki pilih 2 kaveling, yaitu satu kaveling dengan rumah tipe 36, serta satu kaveling di sebelahnya masih berupa tanah. Maksudnya agar cukup luas, tidak terlalu dekat dengan tetangga dan ada privasi,” kata Oki menjelaskan.
Meskipun tabungan Diki belum cukup untuk melunasi DP, namun proses pembelian rumah di atas bukit ini tidak mengalami kendala berarti. Pasalnya, di kawasan tersebut masih sangat sepi, di mana-mana hutan. Saat itu orang tidak tertarik karena jauh dari berbagai fasilitas penting. Hal ini yang membuat proses pembelian rumah sangat mudah.
Karena itulah pembayaran DP yang besarnya sekitar 20 persen dari harga total bisa dicicil enam kali. Proses persetujuan pengajuan KPR untuk jangka waktu 9 tahun pun disetujui cukup cepat. Catatan kredit Diki yang bersih, serta tempat kerja Diki saat itu yang merupakan perusahaan besar bisa jadi salah satu faktor penentunya.
Cerita Rumah Diki Yang Masih Sepi dan Jauh dari Pusat Kota
Cerita perkenalan Diki dan Oki sendiri terjadi setelah beberapa bulan dari pengajuan KPR Diki yang disetujui. Tak lama kemudian mereka pun menikah, masih di tahun yang sama di tahun 2010. Setelah menikah, pasangan ini pun langsung tinggal di rumah baru mereka, rumah di atas bukit.
Saat itu, suasana di kawasan perumahan tersebut masih sepi, walaupun tetangga di sekitar rumahnya sudah cukup banyak. Kaveling-kaveling yang masih kosong karena belum dibangun rumah pun ditumbuhi pohon singkong yang rimbun. Bahkan rumah di sebelah tempat tinggal mereka adalah tempat les, sehingga kalau malam jadi kosong.
“Kalau suami pulang malam dan saya sendirian di rumah, yang penting TV menyala, lalu suami saya telepon terus agar cepat pulang. Karena dulunya di sini adalah hutan karet, saat itu lumayan banyak juga beredar rumor cerita seram. Untunglah kami tidak pernah mengalami yang ‘aneh-aneh’,” kata Oki sambil tertawa.
Rumah yang mereka tempati adalah rumah tipe 36 standar, dengan dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Karena belum ada dapur, maka kamar belakang dijadikan dapur sementara, Oki dan Diki menempati kamar depan atau tidur di depan TV yang menjadi satu dengan ruang tamu. Kondisi rumah saat itu memang benar-benar dipergunakan secara maksimal.
Kendala lainnya dengan lokasi rumah yang jauh dari pusat kota adalah sulit untuk mendapatkan kebutuhan belanja yang lengkap dan juga minimnya fasilitas umum. Ketika itu minimarket yang ada hanya satu jenis dan belum ada supermarket yang lebih besar.
Cerita Kejelian Diki Beli Rumah yang Kini Jadi Kawasan Sunrise Property
“Untuk berbelanja bulanan jadi kami harus ke daerah kota atau ke bawah istilahnya. Kalau mau ada tamu datang pun sebaiknya janjian dulu daripada sudah jauh-jauh datang eh kami tidak ada. Sebenarnya sih kalau sudah di rumah malas ke mana-mana lagi, karena jauh, hahaha…,” gelak Oki.
Namun, di balik kesulitan dari tinggal di kawasan yang masih sepi dan baru berkembang, ada beberapa hal yang diperhitungkan sebagai hal positif. Mengapa Diki berani mengambil rumah di kawasan yang tergolong belum jadi saat itu karena beberapa pertimbangan penting dan kejeliannya dalam memproyeksikan perkembangan area perumahannya ke depannya.
Dan berikut adalah beberapa tips dari Diki untuk berani membeli rumah di kawasan yang belum jadi denga proyeksi ke depannya sebagai kawasan sunrise property, sehingga memiliki potensi investasi yang tinggi:
- Lokasinya strategis. Letak hunian Perumahan Bukit Jatisari ini berada di pinggir jalan raya, tidak harus masuk-masuk lagi ke pelosok untuk mencapai lokasinya.
- Akses jalannya rata. Walau terletak di daerah perbukitan, namun akses jalannya rata.
- Pastikan pengembangnya terpercaya. Perumahan Bukit Jatisari pada waktu itu masih sangat baru, namun Diki menelusuri rekam jejak pengembangnya dan melihat site plan yang berisi informasi rencana pembangunan serta tahapan-tahapannya.
- Kejelian naluri. Melalui rencana pembangunan yang dipaparkan oleh agen yang membantu pembelian rumah Diki, perumahan ini tergolong proyek perumahan besar yang direncanakan akan dibangun 1000 rumah. Diki memiliki keyakinan bahwa perumahan ini akan berkembang, apalagi kaveling yang ditawarkan saat itu berada di area jalan utama.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah.com.
Proyeksi Diki memang terbukti, dan perhitungannya tidak meleset. Kini kawasan Jatisari sudah ramai, perumahan tempat tinggal mereka pun ikut berkembang. Hal ini juga dikarenakan Kota Semarang juga tengah dikembangkan sehingga terjadi pemekaran wilayah hingga ke daerah pinggiran, termasuk ke Kecamatan Mijen ini.
Cerita Harga Rumah Diki yang Naik 10 Kali Lipat dari Harga Beli
Dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun, kawasan Jatisari, Mijen kini sudah ‘hidup’. Jalanan yang dulu sempit sudah diperlebar sehingga tidak lagi terjadi kemacetan, serta berbagai fasilitas penting pun kini telah lengkap.
“Di sini kini sudah seperti kota satelit, semuanya tersedia, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Kami tidak perlu jauh-jauh ke pusat kota,” jelas Oki.
Seiring dengan perkembangan tersebut, nilai properti di kawasan Jatisari pun semakin meningkat. Mulai banyak hutan yang dibuka untuk dijadikan perumahan baru yang secara otomatis membuat kisaran harga tanah dan rumah di daerah tersebut turut meningkat.
“Dulu Diki membeli rumah ini seharga Rp60 juta, untuk luas tanah 120 m2 dengan bangunan rumah tipe 36. Sementara kaveling tanah kosong, harganya di bawah itu. Sekarang, rumah di sini nilainya sudah 10 kali lipat lebih tinggi,“ papar Oki.
Tiga bulan setelah menempati rumah baru di Jatisari, ternyata Diki dipindahtugaskan ke Tegal. Diki dan Oki pun pindah ke Tegal, rumah baru ini dikontrakkan pada komunitas tuna netra, Sahabat Mata.
Cerita Diki Beli Rumah Kedua Meski Cicilan KPR Rumah Pertama Belum Lunas
“Setelah menikah, keuangan kami sangat baik, malah pendapatan jadi bertambah karena rumah di Jatisari dikontrakkan dan saya juga berbisnis di bidang kosmetika. Dua tahun setelah menikah kami bisa membeli rumah kedua di Tegal secara KPR juga, walaupun KPR rumah Jatisari belum selesai,” cerita Oki.
Pada tahun 2013, Diki dan Oki kembali ke Semarang bersama kedua anak mereka. Tapi, tidak langsung tinggal di Jatisari, melainkan di rumah orangtua selama sekitar enam bulan selagi proses renovasi rumah mereka berlangsung.
Saat itu Oki memperluas rumah Jatisari dengan menambahkan satu kamar tidur lagi, satu kamar mandi, ruang TV, dan dapur sederhana menggunakan kaveling di sebelah rumah, di tanah kosong tersebut. Ketika mereka kembali menempati rumah tersebut, suasana Jatisari sudah jauh berbeda.
Setelah proses cicilan KPR rumah Jatisari selesai, Diki memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempatnya bekerja. Mereka lalu melunasi KPR rumah kedua di Tegal yang masih tersisa setahun lagi masa cicilan.
Pada tahun 2019, rumah di Jatisari pun ditambahkan bangunan baru bertingkat di tanah kaveling mereka yang masih kosong di sebelah rumah, menyambung pada bangunan rumah lama. Setelah renovasi selesai, Diki, Oki, serta kedua anak mereka pindah ke bangunan baru tersebut, sementara bangunan rumah lama dijadikan tempat usaha penitipan anak.
Cerita Rumah Diki yang Dikembangkan Jadi Tempat Usaha
“Sejak kami kembali ke Semarang dari Tegal, suasana di sini tidak lagi sesepi dulu. Sudah cukup ramai dan padat, udara pun tidak sesegar dulu. Tapi, dibalik itu, saya juga senang karena perekonomian di daerah ini tumbuh pesat. Sehingga prospek kita besar untuk membuka usaha. Hampir apapun usaha di sini laku,” ujar Oki.
Beruntung lokasi rumah Oki terletak di jalan utama, sehingga siapapun yang bepergian atau hanya sekadar ke pasar pasti lewat di depan rumah. Oki pun menjelaskan, “Di sini diperbolehkan untuk membuka usaha di dalam perumahan karena ini termasuk perumahan dengan kelas perekonomian menengah, sehingga banyak yang membuka usaha di rumah.”
Melihat banyak keluarga muda yang menjadi tetangga Oki, sebuah peluang bagus kemudian diambil oleh Oki dan Diki. Mereka membuka tempat penitipan anak atau daycare. Karena rata-rata pasangan muda di kawasan itu bekerja.
Tips Rumah.com
Saat membeli rumah penting untuk memerhatikan potensi investasi ke depannya. Diperlukan kejelian dan juga ketekunan untuk banyak menggali informasi terkait proyeksi pembangunan di kawasan yang jadi incaran.
Asal mula terpikir untuk membuka usaha penitipan anak tersebut karena ada teman Diki yang membuka bisnis ini, dan menawarkan untuk mengajari perihal pengelolaannya. Oki dan Diki pun melihat langsung dan memberanikan diri untuk mencoba.
“Kami langsung banting setir, yang tadinya kami bangun rumah sebelah disambung agar jadi semakin besar, malah jadinya kami tinggal di bangunan baru tersebut, sementara rumah yang lama menjadi tempat usaha,” tutur Oki.
Cerita Rumah Diki, Tempat di Mana Bisnis dan Anak-anaknya Terus Berkembang
Otak bisnis Oki dan Diki juga terus berkembang. Beruntung lahan yang dimiliki sejak awal sudah cukup luas sehingga kini mereka bisa memaksimalkannya untuk ladang usaha. Setelah usaha daycare berjalan hampir 2 tahun ini, mereka berencana untuk menambah bangunan 6x3 meter di tanah kaveling kosong milik mereka untuk dijadikan toko.
“Tokonya sendiri masih dalam proses, belum jadi. Karena kami juga masih mempertimbangkan antara mau dipakai sendiri atau disewakan. Yang penting nekat, jadi saja dulu, Kalau dipikir-pikir, dari beli rumah sampai membuka usaha di rumah, semua modal nekat, tapi terukur, tidak asal-asalan,” kata Oki.
Jika rencana awal Diki membeli kaveling tanah kosong agar mendapat privasi, tidak terlalu menempel pada tetangga, dengan adanya usaha yang terpusat di rumah tentu saja masalah privasi tidak lagi diutamakan.
Tanya Rumah.com
Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami

Aktivitas keluarga yang kini banyak dilakukan di lantai atas bangunan baru membuat mereka tidak terganggu dengan aktivitas bisnis barunya di bawah. Yang berbeda hanya jika dahulu rumah Diki dikenal dengan taman yang luas, sekarang dikenal dengan nama Alima Daycare.
“Intinya, rumah adalah tempat kita kembali untuk berkumpul bersama keluarga, mencetak memori bersama, tempat bermulanya sejarah sukses dari tiap anggota keluarga, dalam suka duka hingga nanti tiba saatnya menutup mata,” tutur Oki menutup perbincangan.
Satu hal yang tak kalah pentingnya bagi Diki dan Oki, dengan bekerja dari rumah juga membuat mereka bisa semakin fokus pada pertumbuhan dan perkembangan kedua anak-anaknya, mengajarkan nilai-nilai penting untuk keluarga, melalui kualitas hidup yang lebih baik lagi.
Itulah cerita ketekunan Diki yang sejak masih lajang sudah bercita-cita untuk punya rumah sendiri, rumah yang diproyeksikan punya potensi investasi tinggi. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan untuk mewujudkan mimpi memiliki rumah sendiri yang tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah.
Teks: Primanila Serny, Foto: Permei Setyo