Cerita Rumah Erlangga: Kehilangan Uang Tanda Jadi (UTJ) Dua Kali, Renovasi Sampai Dua Kali

Wahyu Ardiyanto
Cerita Rumah Erlangga: Kehilangan Uang Tanda Jadi (UTJ) Dua Kali, Renovasi Sampai Dua Kali
Setiap orang pasti ingin sesuatu yang lebih baik, termasuk untuk urusan tempat tinggal. Erlangga Muhammad salah satunya. Pada 2012, dia membeli rumah di daerah Sukmajaya, Depok dengan luas tanah 110 meter persegi dan luas bangunan 90 meter persegi. Dua tahun berikutnya, ia berpikir untuk meng-upgrade rumah dengan ukuran tanah yang lebih luas.
Keinginan untuk punya rumah dengan lahan luas tersebut disebabkan Angga, begitu dia biasa disapa, menyukai area ruang terbuka. Lahan yang lebih luas juga memungkinkannya untuk renovasi memperluas bangunan. Apalagi, waktu itu ia mulai merintis usaha lebih serius.
Pada 2014, Angga memutuskan resign dari kantornya dan fokus mengembangkan bisnis di bidang fotografi. Usaha tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak 2011 saat ia masih berstatus karyawan. Namun, selama tiga tahun usaha tersebut masih dijadikan bisnis sampingan.
Menjalankan bisnis sendiri, tentu memerlukan tempat yang lebih memadai. Ia ingin membangun rumahnya sebagai rumah kantor. Alasan inilah yang membuat Angga memutuskan mencari rumah pada awal 2014.
Mau punya rumah di Depok yang punya banyak akses dan hanya selangkah dari Jakarta seperti rumah Erlangga? Temukan pilihan rumah dengan harga di bawah Rp700 juta di sini!

Cerita Rumah Erlangga: UTJ Alias Uang Tanda Jadi Melayang Dua Kali

Cerita Rumah Erlangga: UTJ Alias Uang Tanda Jadi Melayang Dua Kali
Sejak membulatkan niat untuk pindah dan beli rumah, Angga menetapkan kriteria utama yaitu luas tanahnya minimal 150 meter persegi. Kriteria kedua, lokasinya ada di sekitar Jalan Tole Iskandar karena dekat dengan orang tuanya di Depok Timur.
Angga lalu memulai proses pencarian rumah. Setiap akhir pekan dia berkeliling daerah Depok untuk mencari informasi perumahan yang sedang dibangun. Selain itu, dia terkadang juga datang ke pameran properti untuk mencari info rumah dijual.
Satu ketika, Angga dapat info tentang satu kompleks perumahan di Jalan Tole Iskandar yang memiliki luas tanah 160 meter persegi. Staf pemasaran menyatakan bahwa rumah yang dijual sistemnya indent, jadi harus membayar uang tanda jadi (UTJ) terlebih dahulu.
Angga tanpa ragu membayar UTJ sebesar Rp5 juta, karena luas lahannya sesuai dengan kriteria yang ia inginkan. Ia harus menunggu enam bulan sampai rumahnya jadi baru masuk proses berikutnya, yaitu akad kredit.
Sayangnya, saat kembali ke perumahan tersebut untuk mengecek perkembangan rumahnya, harapannya jauh panggang dari api. Tanah kavling yang seharusnya didirikan bangunan rumah, ternyata masih rata. Belum ada pembangunan sama sekali.
Angga pun menagih UTJ dikembalikan, karena pihak pengembang wanprestasi terhadap kesepakatan awal. Sayangnya, staf pemasaran yang berhubungan dengan dirinya sudah tidak bekerja di sana. Angga pun terpaksa merelakan UTJ Rp5 juta tersebut. Kehilangan UTJ tak menyurutkan semangat Angga.
Ia move on dan menemukan sebuah rumah yang menarik hatinya di daerah Sukmajaya. Kali ini luas tanahnya hanya 90 meter persegi, tapi ada dua kavling bersebelahan dan Angga berencana membeli keduanya. Total luas tanahnya jadi 180 meter persegi. Ia pun langsung terpikat. Tanpa ragu ia keluarkan UTJ lagi, kali ini sebesar Rp3 juta.

Cerita Rumah Erlangga: Manfaatkan Satpam Komplek Perumahan untuk Jadi Informan

Cerita Rumah Erlangga: Manfaatkan Satpam Komplek Perumahan untuk Jadi Informan
Sayangnya, cerita pertama berulang. Rumah yang diinginkan tidak segera terbangun. Pihak pengembang selalu berkelit tiap ditanya perkembangan pembangunan rumahnya. Lelah harus menagih terus menerus, akhirnya Angga kembali merelakan UTJ tersebut.
Pengalaman getir dua kali dalam proses beli rumah membuatnya lebih berhati-hati. Ia tak ingin kejadian serupa terulang ketiga kali. Angga lantas mencari alternatif lain. Bila awalnya mengincar rumah baru, kini ia mencari informasi tentang rumah seken.
“Kalau rumah seken kan langsung ke penjualnya, kemungkinan tertipu lebih kecil,” kata Angga. Mencari informasi rumah seken ternyata tidak semudah mencari rumah baru. Menurutnya, untuk info rumah baru tinggal datang ke kantor pemasaran. Tapi cara ini tidak berlaku untuk rumah seken, ia harus mencari info sendiri.
Akhirnya Angga mencoba mencari rumah seken dijual melalui listing properti dijual di Rumah.com. Beberapa kali ia terhubung dengan makelar, yang berdasarkan pengalaman sebelumnya membuatnya kapok. Tujuannya ingin beli rumah seken harapannya adalah agar bisa terhubung langsung dengan pemiliknya.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah.com
Angga pun putar otak dan akhirnya menemukan cara jitu untuk mendapatkan informasi rumah seken yang dijual. Ia mendatangi satpam di kompleks perumahan di sekitar Jalan Tole Iskandar, dan minta tolong kepada satpam tersebut untuk mengabarinya bila ada rumah yang mau dijual.
Total ada empat satpam yang didatangi. Tak lupa, selembar uang seratus ribu rupiah sebagai jasa informan juga diberikannya. Dari empat satpam, dua di antaranya memberikan informasi ada rumah seken yang dijual.
“Tidak rugilah memberikan uang Rp100 ribu ke satpam. Ibaratnya saya pasang mata dan telinga di kompleks tersebut. Lumayanlah, dua di antaranya memberikan info tentang rumah yang akan dijual,” kata Angga.

Cerita Rumah Erlangga: Bingung Pilih Rumah Baru atau Seken, Lingkungan Jadi Pertimbangan

Cerita Rumah Erlangga: Bingung Pilih Rumah Baru atau Seken, Lingkungan Perumahan Jadi Pertimbangan
Dari info rumah seken yang dijual tersebut, Angga melakukan survei. Salah satu rumah, yaitu di perumahan di Taman Manggis Permai (TMP) cukup menarik hatinya. Rumah tersebut memiliki luas tanah 150 meter persegi dan luas bangunannya 70 meter persegi.
Selain luas tanah sesuai kriteria, ada kelebihan lain yaitu ada tanah sisa di depan rumah. Tanah tersebut adalah area untuk gorong-gorong yang posisinya melintang. Bukan termasuk tanah fasilitas umum untuk warga kompleks. Ini membuatnya tertarik, karena di luar pagar rumah masih ada ruang untuk parkir dua mobil, tanpa menggangu jalan warga.
Di saat yang sama, Angga juga mendapat info mengenai rumah baru yang lokasinya tidak terlalu jauh dari TMP. Rumah baru ini merupakan sebuah klaster eksklusif di Jalan Raden Saleh dengan unit kurang dari 20 rumah.
Harga rumah baru di klaster ini setara dengan rumah seken di TMP, yaitu sekitar Rp1,1 miliar. Tapi, tanah di klaster ini sedikit lebih luas, yaitu 160 meter persegi. Ia agak bimbang menentukan dua pilihan yang sama-sama menarik.
Belajar dari dua pengalaman sebelumnya yang kurang menyenangkan, Angga lebih berhati-hati dalam membuat keputusan. “Saya ingat pesan orang tua, rumah itu jodoh-jodohan. Kita harus menimbangnya dengan matang. Untuk mendapatkan pilihan terbaik, akhirnya saya salat istikharah,” kata Angga.
Setelah melakukan salat istikharah, pilihan mengarah pada rumah seken. Salah satu pertimbangan penting dalam memilih rumah itu adalah lingkungannya. TMP merupakan perumahan lama dengan jumlah unit yang banyak dalam satu kompleks.
Menurut Angga, penghuni kompleks perumahan latar belakangnya sangat heterogen. Beda dengan rumah pertamanya di perumahan klaster. Secara ekonomi penghuni klaster cenderung homogen, khususnya dari latar belakang ekonomi.

Cerita Rumah Erlangga: Jual Rumah Pertama Rp475 Juta, Buat Modal DP KPR Rumah Kedua

Cerita Rumah Erlangga: Jual Rumah Pertama Buat Modal DP KPR Rumah Kedua
“Pengalaman tinggal di klaster, membuat saya merasa kurang nyaman. Saya merasa ada gap antara penghuni klaster dengan lingkungan sekitar. Padahal RT/RW kami kan sebenarnya ikut daerah perkampungan,” katanya.
Angga ingin ketiga anaknya tumbuh dalam kehidupan masyarakat heterogen dengan berbagai latar belakang budaya, ekonomi, dan sosial. Hal tersebut sulit untuk didapatkan ketika tinggal di dalam klaster dengan unit terbatas, dengan strata sosial dan ekonomi yang relatif setara.
Setelah sepakat dengan harga rumah di TMP sebesar Rp1,1 miliar, Angga menjual rumah pertamanya. Ia mengiklankan rumah tersebut di grup perusahaan tempatnya bekerja dahulu. Ternyata salah seorang teman tertarik dan membelinya sebagai investasi.
Karena yang membeli teman sendiri, Angga tetap bisa tinggal di rumah pertamanya tersebut sampai proses beli rumah kedua ini beres. Rumah pertama terjual dengan harga Rp475 juta yang dijadikan DP rumah untuk KPR rumah keduanya.
Saat mengajukan KPR, ternyata ada kendala yang harus dihadapi karena Angga sudah tidak berstatus karyawan. Sementara usahanya juga baru dirintis, belum punya badan hukum yang bisa dijadikan jaminan untuk pengajuan KPR.
Status ini memang jadi agak menghambat pengajuan KPR Angga. Dalam situasi yang agak was-was, Angga berkonsultasi dengan pihak bank. “Jadi bila seorang freelancer tidak bisa beli rumah secara cash dan harus mengajukan KPR, maka syaratnya keuangan bulanannya harus ‘sehat’,” ujarnya.

Cerita Rumah Erlangga: Ajukan KPR ke Tiga Bank, Pilih Persyaratan Paling Mudah Sebagai Freelancer

Cerita Rumah Erlangga: Ajukan KPR ke Tiga Bank, Pilih Persyaratan Paling Mudah Sebagai Freelancer
Informasi itu juga sempat dibacanya melalui laman Panduan Properti di Rumah.com yang membahas seputar KPR untuk freelancer. Angga menjelaskan, “Yang pertama, ungkapkan riwayat pengeluaran bulanan serta cicilan rutin jika ada. Yakinkan bahwa kita bisa membayar cicilan KPR setiap bulannya.
Kedua, cetak rekening koran selama tiga bulan terakhir untuk menunjukkan tabungan yang dimiliki. Minimal total simpanan adalah dua bulan total pengeluaran bulanan. Semakin besar uang yang dimiliki maka semakin mudah pengajuan KPR disetujui.
Ketiga, beri gambaran total pemasukan setiap bulan dan lampirkan kartu NPWP atau kartu BPJS Ketenagakerjaan untuk memastikan bahwa pemasukan yang didapat setiap bulannya dapat dilacak dan sudah dipotong pajak.”
Dari tiga bank yang ia ajukan KPR, dipilihlah yang persyaratannya paling mudah. Setelah pengajuan KPR disetujui akhirnya ia pindah ke TMP di awal 2015. Untuk proses pengurusan legalitasnya pun lancar, karena penjual rumah sejak awal sudah janji membantu proses balik nama.
Sama seperti rumah pertama, rumah kedua ini juga dijadikan sebagai rukan. Kebetulan rumah seken tiga lantai ini sesuai dengan kebutuhan Angga dan keluarga. Lantai paling atas digunakan sebagai kamar anak dan ruang bermain/belajar, lantai mezanin untuk area keluarga, ruang makan, area sholat, dapur & taman, sedangkan area bawah dijadikan ruang tamu dan kantor.

Cerita Rumah Erlangga: Renovasi Kedua Berdasarkan Kesepakatan, Anak-anak Dilibatkan

Cerita Rumah Erlangga: Renovasi Kedua Berdasarkan Kesepakatan, Anak-anak Dilibatkan
Sejak pindah ke rumah barunya, Angga sudah melakukan renovasi dua kali. Renovasi pertama dilakukan pada 2017, satu setengah tahun setelah pindah rumah. Renovasinya minor, yaitu memperbaiki atap carport dengan dak beton. Selain itu, ruang tengah diperbesar dengan konsep semi outdoor.
Renovasi atap ruang tengah dengan konsep semi outdoor ini menghadirkan suasana luar tanpa perlu keluar rumah. Tapi hal ini justru jadi masalah sendiri. Sebab, Genny, istri Angga mengeluhkan ruang tengah yang basah tampias saat hujan. Selain itu, terkadang merasa seram saat melihat suasana luar di malam hari.
Pada renovasi kedua tahun 2020, Angga mengajak istri dan anaknya diskusi. Hal itu dilakukan agar semua anggota keluarga merasa nyaman dan puas dengan hasil renovasi. Anak-anak pun andil dalam proses renovasi kedua.
Yang pertama direnovasi tentu saja ruang tengah. Meski Angga suka konsep semi outdoor, tapi ia harus merelakan spot favoritnya tersebut. Walau kemudian tertutup, tetapi Angga tetap ingin ruang tengah bisa berlimpah cahaya dan udara.
Karena itu pintu yang menghadap ke taman belakang memakai pintu kaca lebar, seluas 3,5 x 5,5 meter. Seandainya pintu ditutup pun, cahaya alami tetap bisa masuk. Untuk mengoptimalkan sirkulasi udara, Angga menambahkan pintu lebar lagi di lantai tiga.
Bila dua pintu besar dibuka, sirkulasi udara sangat berlimpah. Hal ini membuat AC di ruang tengah jarang dinyalakan. Angga juga menggunakan kayu pada sebagian lantai di teras ruang tengah. Ia sengaja memilih lantai kayu, karena ruang tersebut sering dijadikan tempat berjemur setiap pagi.
“Sebagai orang rumahan yang tidak rutin olahraga, saya berusaha rutin berjemur. Nah, berjemur dengan tiduran di lantai kayu itu rasanya berbeda dengan tiduran di lantai ubin. Lebih nyaman,” kata Angga.
Di carport depan, anaknya mengajukan permintaan untuk dibuatkan area bermain dan penyimpanan perkakas sepeda. Seluruh anggota keluarga pun menikmati renovasinya. Kini luas bangunan rumahnya menjadi 120 meter persegi.

Cerita Rumah Erlangga: Beli Rumah Lagi untuk Kantor dan Impian Punya Rumah dengan Area Outdoor Luas

Cerita Rumah Erlangga: Beli Rumah Lagi untuk Kantor dan Impian Punya Rumah dengan Area Outdoor Luas
Untuk proses renovasi kedua, awalnya Angga iseng-iseng membuat gambar sendiri. Hasil sketsanya ia unggah di Instagram. Saat itu seorang teman yang berprofesi sebagai arsitek, @julianpalapa melihat unggahannya dan mau bantu merancang desain rumahnya.
Karena sudah dibuatkan sketsa rumah oleh Julian, Angga sekalian menyerahkan renovasi kepada tim dari @Julianpalapa yaitu @kangbangunan.id. Jadilah proses renovasi rumah yang awalnya akan dikerjakan sendiri, tersebut kemudian dikerjakan oleh temannya.
Angga mengaku tidak memilih satu gaya tertentu untuk model rumahnya. Karena bila memaksa mengikuti satu genre, terlalu banyak bagian rumah yang harus diubah. Selain bisa menelan biaya besar, waktu pengerjaannya pun akan lebih lama.
Renovasi kedua ini turut mengubah fungsi rumah. Bila dulu difungsikan sebagai rukan, sekarang benar-benar difungsikan sebagai tempat tinggal. Kamar di lantai bawah yang dulu jadi ruang kerja, sekarang jadi kamar utama. Di lantai atas sekarang khusus jadi kamar untuk anak-anak.

Tanya Rumah.com

Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami

Angga akhirnya membeli satu rumah lagi di TMP untuk dijadikan kantor, seiring dengan bertambahnya karyawan dan semakin berkembangnya usaha. Selain jasa fotografi, Angga juga merintis usaha logistik yang fokus memberikan layanan ke institusi bisnis.
“Makanya saya beli rumah itu tidak terlalu memikirkan akses transportasi apa yang bagus, karena dari dulu memang orang rumahan dan kerja dari rumah. Sekarang, kantor pun hanya beda tiga blok dari rumah,” ujarnya.
Meski rumahnya sekarang sudah nyaman, Angga masih punya impian. Ia ingin punya rumah dengan area outdoor yang luas. Saat ini ia sudah punya bayangan, setidaknya rumah dibangun di atas tanah seluas 500 meter persegi agar bisa banyak area luar ruangnya.
Itulah cerita Erlangga dalam mewujudkan rumah impiannya. Kehilangan uang tanda jadi dua kali, renovasi juga sampai dua kali. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.

Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah

Teks: Agung Marhaenis, Foto: Adiansa Rachman

Kalkulator KPR

Ketahui cicilan bulanan untuk hunian idaman Anda lewat Kalkulator KPR.

Kalkulator Keterjangkauan

Ketahui kemampuan mencicil Anda berdasarkan kondisi keuangan Anda saat ini.

Kalkulator Refinancing

Ketahui berapa yang bisa Anda hemat dengan melakukan refinancing untuk cicilan rumah Anda saat ini