Cerita Rumah Ika dan Delio: Beli Rumah Didukung Perusahaan dan Bapak-bapak Komplek Perumahan

Wahyu Ardiyanto
Cerita Rumah Ika dan Delio: Beli Rumah Didukung Perusahaan dan Bapak-bapak Komplek Perumahan
Pasangan Kartika Permatasari dan Delio Lingga Rabet sejak awal menikah memang sudah ingin mandiri, tapi karena kondisi ekonomi masih pas-pasan, saat itu memaksa mereka untuk tinggal di rumah orang tua.
Hingga berlangsung selama 13 tahun, akhirnya Ika dan Delio menemukan titik poin di mana mereka harus mandiri, dan berniat mengontrak rumah sambil pelan-pelan menemukan hunian idaman yang mampu mereka beli.
Uniknya, justru di saat pandemi 2020 lalu mereka baru benar-benar bisa keluar dari rumah, mengontrak, dan dengan rasa optimis serta perjuangan keras, nyaris setahun mereka berhasil menemukan hunian idaman dan berhasil membelinya.
Tidak mudah bagi mereka, sempat batal KPR, hingga panik karena DP rumahnya kurang. Namun akhirnya, sebuah rumah 2 lantai dengan luas tanah 98 meter persegi dan luas bangunan hampir 200 meter persegi di Perumahan De Sanctuary bisa menjadi milik mereka.
Ingin punya hunian idaman yang nyaman dan asri di Jatiasih, Bekasi, seperti rumah Ika dan Delio yang aksesnya mudah ke Jakarta di kawasan hunian yang sudah jadi? Cek pilihan rumah di bawah Rp1 miliar di sini!

Cerita Rumah Ika dan Delio: Keluar dari Rumah Orang Tua Saat Pandemi, Tinggal di Rumah Kontrakan Agar Mandiri

Cerita Rumah Ika dan Delio: Keluar dari Rumah Orang Tua Saat Pandemi, Tinggal di Rumah Kontrakan Agar Mandiri
“Awal menikah di tahun 2008, kita tinggal di rumah orang tua Ika di Jatiasih,” kata Delio yang sempat tinggal di Bali bersama Ika tahun 2010 untuk bekerja. Dalam kondisi hamil besar pada tahun 2011, Ika kembali ke Jakarta. Setelah tidak ada pekerjaan yang dikerjakan di Bali, Delio kembali ke Jakarta.
“Jujur waktu itu nggak ada kepikiran harus menabung untuk beli rumah, karena dulu almarhum ayah pernah bilang rumah mereka nantinya buat saya. Apalagi ibu saya juga mengidap penyakit diabetes, harus dijaga. Ya udah saya harus selalu tinggal di situ,” ujar Ika.
Di rumah ini tak hanya ada ibunda Ika, tetapi juga ada om (adiknya ayah), dan dua adik Ika. Salah satu adik Ika bahkan sudah berkeluarga. Terlalu banyak ‘kepala’ membuat Ika dan Delio kurang leluasa di rumah itu.
Meskipun harus sedikit mengencangkan ikat pinggang. Punya rumah itu jauh lebih banyak enaknya, ketimbang enggak enaknya. Nggak percaya? Nih, simak video tentang 7 fakta enaknya punya rumah sendiri!
“Saya mikir nggak bisa terus selamanya di sini nih. Sebagai anak sulung semua jadi sangat bergantung pada saya. Mami yang diabetes jadi cenderung santai soal kesehatan, tidak menjaga pola makan karena jika kumat ada saya yang menyuntikkan insulin,” kata Ika.
Jalan keluar agar adik-adik lebih mandiri, dan sang mami teratur menjaga pola makannya dengan berat hati dilakukan Ika dan Delio. “Caranya, mau tidak mau kita harus ke luar dari rumah orang tua,” tambah Ika.
November 2020 mereka memutuskan mengontrak rumah, jaraknya hanya 2km dari rumah keluarga. “Emang sudah waktunya. Mami Ika tentu saja marah karena tidak tahu kita berniat mandiri. Justru di saat pandemi kita putuskan untuk pindah tinggal di rumah kontrakan,” jelas Delio.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Sempat Bayar Booking Fee Rp1 Juta, DP Rumah Rp21 Juta, Bonus Blender Senilai Rp1 Juta

Cerita Rumah Ika dan Delio: Keluar dari Rumah Orang Tua Saat Pandemi, Tinggal di Rumah Kontrakan Agar Mandiri
Sebenarnya sebelum keluar rumah orang tua, sejak Agustus 2020 Ika dan Delio sudah mulai mencari-cari rumah. Bertahun-tahun tanpa adanya rencana beli rumah, pelan-pelan tabungan mulai terkumpul, jika kurang maka sisanya diniatkan melalui KPR.
“Waktu itu kita rajin browsing tiap hari, apalagi masa pandemi awal, pergerakan terbatas. Kita lihat-lihat listing properti dijual di Rumah.com juga. Kata kunci waktu itu, rumah dijual, rumah dikontrakkan, dan masukin daerah Jati Kramat dan Jatiasih,” jelas Delio.
Dari hasil pencarian, bertemulah mereka dengan perumahan baru yang menawarkan rumah indent di daerah Jatimekar dengan harga sekitar Rp500 jutaan. Untuk booking fee mereka langsung membayar Rp1 juta, dan DP rumah yang pertama sebesar Rp21 juta. Saat itu juga Ika mendapatkan bonus blender senilai Rp1 juta.
“Setelah deal awal, baru kita cari kontrakan sambil menunggu rumah jadi. Kita langsung cari KPR Syariah, karena ada klausul jika kita tidak mampu meneruskan cicilan, bank akan bantu menjual rumah tersebut tanpa mengambil paksa. Menurut kita ini poin yang sangat penting,” jelas Ika.
Setelah proses pengajuan yang berjalan selama dua bulan, ada kendala yang dihadapi. Dengan perhitungan umur Ika dan Delio, KPR bisa disetujui tetapi dengan cicilan yang tinggi selama 15 tahun, atau memperbesar DP rumah dari persetujuan awal dengan pihak pengembang.
“Tapi saat itu, ada sistem baru di mana beberapa KPR syariah bergabung, dan masa itu belum berani memberikan fasilitas pinjaman. Ya udah batal prosesnya,” jelas wanita yang juga berprofesi sebagai seorang arsitek itu.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Negosiasi dengan Pengembang Gagal, Beli Rumah Batal, Incar Rumah Kontrakan yang Dijual

Cerita Rumah Ika dan Delio: Negosiasi dengan Pengembang Gagal, Beli Rumah Batal, Incar Rumah Kontrakan yang Dijual
Mereka pun mencoba negosiasi dengan pihak pengembang, untuk meminta potongan harga jika pembelian rumah dilakukan secara cash bertahap. Tak hanya itu, mereka juga minta agar rumah dibuat satu lantai saja dulu, sisanya nanti-nanti saja akan dikembangkan sendiri.
“Sedikit kesal, agen pemasaran bertahan di harga awal tidak mau turun. Agak mengancam, kalau kita tidak kasih keputusan ‘malam ini’, besok harga sudah naik karena menjelang 2021,” ujar Ika kesal. Delio saat itu langsung merasa tidak sreg. DP awal yang dibayarkan akhirnya dikembalikan sebesar Rp20 juta dengan alasan pembatalan sepihak.
Setelah batal KPR, mereka memutuskan istirahat dulu dari intensitas mencari rumah. Pencarian rumah diakui Ika dan Delio sangat melelahkan. Sebelum deal dengan rumah indent tersebut, sekitar 5 lokasi sudah disambangi. Mulai dari rumah baru hingga rumah seken.
Lagi cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya pada laman AreaInsider.
Setelah beberapa bulan berlalu, barulah mulai mencari rumah kembali. Diawali dengan cari info di perumahan tempat mereka mengontrak. “Duh, kita jatuh cinta banget sama suasananya. Di tengah padatnya Bekasi, jalan masuk ke D’Sanctuary ini panjang ke dalam dikawal deretan pohon yang asri. Kayak bukan di Bekasi,” kata Ika.
Berbekal ngobrol dengan tetangga, ternyata rumah yang sedang dikontrak itu ada niatan mau dijual dengan harga Rp1 miliar. Rumah satu lantai dengan luas tanah 96 meter persegi. Tetapi sang pemilik tidak mau jika pembelian dengan cara mencicil.
“Mereka jual tapi tidak butuh, katanya kalau pakai KPR nanti nilainya lebih tinggi lagi. Ya gimana, bujet kita saat itu cuma Rp300 juta. Kita berdoa saja, kalau emang jodoh siapa tahu harganya bisa turun,” jelas Delio.
Ika pun sekilas ngomong ke Athaya, anaknya, “Doain aja ya kak, kalau rejeki ini akan jadi rumah kita.” Yang dijawab Athaya dengan lugas: Aku maunya rumah tingkat.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Strategi Bapak-bapak Komplek Perumahan Bantu Mendapatkan Rumah Idaman

Cerita Rumah Ika dan Delio: Strategi Bapak-bapak Komplek Perumahan Bantu Mendapatkan Rumah Idaman
Karena sudah cocok dengan De Sanctuary, komplek perumahan tempat mereka mengontrak rumah, mereka coba mencari di perumahan yang dibangun pada tahun 2008 ini. Delio merasa nyaman dengan lingkungan dan fasilitasnya, juga one gate system. Jalanan perumahan juga cukup lebar, sehingga tamu parkir tidak sulit.
“Dari grup Whatsapp (WA) kompleks, nggak sengaja saya dapat info rumah dijual. Lucunya saya tahunya itu nggak sengaja, gara-gara ada yang WA bertanya apa ada rumah yang mau dikontrakkan.”
“Di grup WA khusus bapak-bapak, salah satunya tinggalnya tepat di sebelah rumah tersebut dan bilang kalau sebenarnya rumah itu mau dijual. Rata-rata memang tahu saya sedang mencari rumah,” ujar pria yang berprofesi sebagai desainer grafis ini.
Lucunya, tak hanya satu orang yang mendorong Delio. Bapak-bapak lainnya ikutan bicara, “Cepetan Yo, mertua gue ada yang minat. Bini ada di grup WA kompleks dan sudah kasih info ke orang tuanya, gawat nih kalo mertua pindah deket sini,” kata sang teman berkelakar.

Tips Rumah.com

Ketika memutuskan membeli rumah seken, hal yang perlu jadi pertimbangan selain kondisi rumahnya adalah lokasi rumah, lingkungan sekitar, keamanan, hingga fasilitas umum pendukung. Elemen penting tersebut perlu dicek satu per satu agar beli rumah seken tidak menyesal dikemudian hari.

Akhirnya bapak-bapak yang kompak ini mengatur strategi agar Delio berhasil mendapat rumah tersebut. Dua orang pura-pura menelpon menanyakan harga, dan Delio pun mengatur waktu bersama Ika untuk datang langsung survei ke rumah tersebut.
“Kan etikanya kalau ada tiga orang tertarik menanyakan harga, biasanya sih kalau ada yang tertarik berikutnya akan ada di daftar antrian belakangan ha ha ha,” kata Delio. Di masa pandemi itulah survei singkat dilakukan dengan melihat beberapa tanda penting jika ingin beli rumah seken.
“Rumah dibangun tahun 2015, tapi pemiliknya sangat apik. Salut sih, mereka ada tiga anak laki-laki tapi tembok sama sekali bersih dari coretan,” kata Ika. Sebagai arsitek, Ika paham struktur bangunan dan material. Tembok bersih hanya ada retak rambut tergolong normal, plafon juga terlihat bersih pertanda tidak ada yang rembes.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Harga Rumah Rp1,3 Miliar, Ditawar Rp1,2 Miliar, Cerita ke Bos Cari Jalan Keluar

Cerita Rumah Ika dan Delio: Harga Rumah Rp1,3 Miliar, Ditawar Rp1,2 Miliar, Cerita ke Bos Cari Jalan Keluar
Atap rumah itu prisma di tengah, sudah pasti anti bocor kanan kiri. Ini jenis atap tropis yang paling okelah, juga ada ruang untuk maintenance, sudah pasti anti bocor. Materialnya juga kita lihat masih rapih, Delio sempat lihat ke atas,” tambah Ika. Teman Delio di sebelah rumah tersebut juga berkata bahwa bangunan kuat karena pakai bata merah semua.
“Waktu dia buka harga di Rp1,3 miliar. Kita hanya pasrah,” gelak Ika. Kemudian dibandingkanlah dengan rumah kontrakan yang harganya Rp1 miliar. Rumah Rp1 miliar hanya bangunan satu lantai, kalau ke depannya mau ditingkatin tentu butuh bujet besar, dan harus mengontrak lagi saat renovasinya.
Tawar punya tawar, akhirnya rumah dua lantai harganya turun menjadi Rp1,2 miliar. Keuntungan lain di rumah dua lantai ini, furniturnya built-in. Mulai dari kitchen set, hingga kabinet di kamar anak. Jadi tidak perlu beli furnitur banyak dan tidak perlu ada renovasi lagi.
“Setelah turun jadi Rp1,2 miliar, mau nawar lagi sudah nggak enak. Sementara uang kita terbatas. Mau coba KPR rasanya pesimis. Akhirnya kita minta waktu untuk mikir,” jelas Ika yang menangani perusahaan rental alat berat ini.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di  Panduan Rumah.com
Ika dan Delio kemudian mencoba untuk jujur dengan bos pemilik perusahaan tempat Ika bekerja untuk mencari jalan keluar. “Tahun 2018, kantor sempat nyuruh saya untuk ambil rumah, sampai dicarikan di dekat Cipayung segala. Tapi dulu saya belum mau,” ujar Ika.
Ika menceritakan kalau ada rencana beli rumah, tetapi dananya hanya cukup untuk DP rumah, itu pun masih kurang. Dan bertanya apakah bisa kalau mereka mencicil setengah dari harga rumah ke perusahaan.
Saat itu Ika dan Delio blak-blakan saja membuka angka tabungan yang mereka punya. Kalau untuk biaya pendidikan Ataya, mereka sudah menyiapkan di tabungan yang berbeda. Malah sang bos komentar, “Duit gue pribadi aja nggak sebanyak lo.”
“Bos mengingatkan kalau ke depannya ada banyak proyek buat saya. Dan bertanya, apa masih ada bonus saya yang masih belum dibayar?” jelas Ika. Ide darinya, negosiasi ulang agar pelunasan rumah bisa dicicil selama satu tahun, karena ia pernah melakukan hal yang sama, beli properti dan mencicil langsung ke pemiliknya.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Nego dengan Pemilik Rumah, DP Rumah Rp400 Juta Naik Jadi Rp600 Juta

Cerita Rumah Ika dan Delio: Nego dengan Pemilik Rumah, Tapi DP Rumah Rp400 Juta Naik Jadi Rp600 Juta

“Ia bilang perusahaan bisa bantu setiap bulan mencicil pelunasan rumah, nanti bayarnya tidak dari gaji per bulan jasa sewa kendaraan operasional tapi per proyek arsitek, kebetulan saya juga dipercaya memegang proyek pembangunan rumah untuk klien-kliennya, di sini hasilnya memang langsung dibagi dengan bos,” jelas Ika.

Akhirnya Ika dan Delio mencoba negosiasi kembali ke rumah yang diincar. Ternyata pemilik rumah bekerja di perusahaan tambang yang menyewa alat berat ke kantor Ika, dan kenal dengan bos Ika jadi terlihat merasa aman karena ia tahu penjaminnya dari perusahaan Ika.

Setelah negosiasi dengan pemilik rumah, Ika dan Delio pasrah dengan hasilnya. Namun keesokan harinya pemilik mengabarkan kalau mereka bersedia pelunasan rumah dicicil selama satu tahun, tapi DP rumah yang awalnya Rp400 juta, minta dinaikkan jadi Rp600 juta, agar cicilan per bulannya genap Rp50 juta.
Ahirnya Ika dan Delio nekat menyetujui hal itu. Bersama-sama dengan pemilik ke notaris untuk membuat perjanjian tertulis. Saat itu bulan Juli 2021, dengan kekurangan DP sebesar Rp200 juta tentu saja membuat Ika dan Delio agak kelimpungan.
“Allah Maha Baik, uang kita hanya 60 persen dari DP, dan uang hasil proyek belum keluar. Tapi pemilik rumah membolehkan DP dicicil selama 5 bulan, jadi sampai Oktober,” ujar Ika. Sebagai UTJ atau uang tanda jadi Rp25 juta, baru kemudian Rp375 juta, dan sisanya dicicil September – Oktober.
Adanya notaris menjadi jalan tengah akan rasa khawatir Ika dan Delio. Uang Rp400 juta itu besar, mereka ingin supaya setelah membayar sebesar itu, sertifikat rumah sudah ada tetapi khawatir pemilik rumah tersinggung. Ternyata notaris berkata itu memang harus dilakukan, selama masa mencicil sertifikat rumah harus sudah dipegang notaris.
Jadi sertifikat rumah yang akan dibeli saat itu sedang diagunkan di bank, Delio tidak mau langsung membayar Rp375 juta tersebut, melainkan Rp200 juta dulu di bulan kedua. Proses dari bank mengeluarkan sertifikat memakan waktu satu bulan. Setelah sertifikat keluar baru kemudian Delio membayar sisanya, yaitu Rp175 juta.
“Lega sih, apalagi kok ya pas sekali pas bulan Oktober uang proyek saya akhirnya keluar. Jadi DP rumah bisa lunas. Kita istirahat dulu satu bulan, baru mulai mencicil lagi di bulan Desember,” ujar Ika.

Cerita Rumah Ika dan Delio: Tinggal di Rumah Sendiri Jadi Lebih Mandiri, Anak Bisa Belajar Bersosialisasi

Cerita Rumah Ika dan Delio: Tinggal di Rumah Sendiri Jadi Lebih Mandiri, Anak Bisa Belajar Bersosialisasi
Segalanya serba pas, sewa kontrakan Ika dan Delio habis di bulan November jadi niatnya bisa langsung pindah ke rumah baru. Berbekal mencari informasi di laman Panduan Properti Rumah.com tentang proses beli rumah, mereka pun jadi tahu bahwa ada biaya tambahan lainnya yang harus dikeluarkan.
“Sudah kesepakatan awal untuk biaya notaris dan seluruh kepengurusan kita yang bayar, sekitar Rp7 jutaan. Untuk pajak pembeli akan dibayarkan saat rumah lunas dan dilakukan perubahan sertifikat rumah dan pajak penjual dibayarkan saat awal kesepakatan oleh pihak penjual,” papar Delio.
Ada rasa deg-degan, sewa kontrakan Ika dan Delio habis di awal November tapi pemilik rumah lama belum bisa pindah, rumah barunya belum siap. Mau tidak mau harus memperpanjang sewa rumah selama satu bulan. Ternyata pemilik kontrakan menggratiskannya hingga Ika dan Delio serah terima kunci.

Tanya Rumah.com

Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami

Tak hanya Ika, Delio, dan Athaya yang senang karena berhasil pindah ke rumah impian, tapi juga bapak-bapak kompleks perumahan teman Delio. Artinya Delio tidak jadi pindah ke luar dari De Sanctuary. Rumah baru ini luas tanahnya 98 meter persegi, dengan luas bangunan nyaris 200 meter persegi. Athaya pun senang pindah ke rumah baru, “Bertingkat!” ujarnya lugas. Sementara Ika suka dengan rumah ini karena dapurnya lebih besar dari rumah kontrakan.
Ia pun senang dengan bentuk tangganya karena tidak membuat ruangan sempit. Rumah dua lantai ini memiliki 4 kamar dan 1 gudang. Jika ditanya apakah sudah menjadi rumah impian, “Mau minta apa lagi? Ini sudah cocok banget dan pas buat keluarga kecil kita,” kata Delio.
Pindah dari rumah keluarga yang banyak orang ke rumah sendiri hanya bertiga apakah ada rasa kehilangan? Ternyata malah melegakan bagi Ika dan Delio karena dengan mandiri mereka bisa lebih menikmati, lebih ekspresif, menyenangkan, dan komunikasinya pun lebih lancar dan kompak.
“Dulu Athaya nggak punya teman karena tidak diizinkan main ke luar rumah, di perumahan ini kan lebih aman, sejak awal mengontrak dia sudah belajar cara bersosialisasi dan banyak teman. Bahkan bisa belajar sepatu roda dan sekarang sedang suka main skateboard,” ujar Delio.
Itulah cerita Ika dan Delio yang 13 tahun tinggal di rumah orang tua, bertekad punya rumah sendiri agar hidup mandiri. Berhasil beli rumah berkat dukungan perusahaan dan bapak-bapak komplek perumahan. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.

Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah

Teks: Erin Metasari, Foto: Adiansa Rachman

Kalkulator KPR

Ketahui cicilan bulanan untuk hunian idaman Anda lewat Kalkulator KPR.

Kalkulator Keterjangkauan

Ketahui kemampuan mencicil Anda berdasarkan kondisi keuangan Anda saat ini.

Kalkulator Refinancing

Ketahui berapa yang bisa Anda hemat dengan melakukan refinancing untuk cicilan rumah Anda saat ini