Perjalanan mencari dan membeli rumah bisa jadi kisah yang berbeda untuk setiap orang. Bagi seseorang, perjalanan ini bisa jadi akan panjang dan berliku. Namun bagi orang yang lainnya, mungkin malah mudah, lancar jaya.
Kemudahan inilah yang dialami oleh Imma dan suaminya, Pungky. Mereka merasa tidak menemui kendala yang berarti saat mencari dan membeli rumah di BSD, Tangerang Selatan, yang kini mereka tinggali. Apalagi, mereka juga mendapat pinjaman dana dari kantor Pungky sehingga tidak perlu mengajukan KPR di bank.
Mau punya rumah di kawasan BSD, Tangerang Selatan, yang merupakan kawasan kota mandiri di mana segala fasilitas hidup lengkap tersedia? Temukan pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp350 jutaan di sini!
Namun sebelum sampai di titik ini, Imma dan keluarga sudah kenyang pindah-pindah rumah, menempati tiga rumah yang berbeda. “Kami sudah lelah mengontrak rumah, pindah-pindah rumah. Anak-anak butuh tempat tinggal yang tetap agar bisa bersekolah dengan tenang dan tidak perlu sibuk pindahan bila masa kontrakan sudah habis,” ujar Imma.
Cerita Rumah Imma: Tinggal di Rumah Mertua Hingga Tinggal di Rumah Sewa
Sebelum menikah, Imma dan Pungky sebenarnya pernah beberapa kali mencoba mencari rumah. Namun usaha ini sepertinya belum optimal, karena mereka hanya bergerak bila mendengar info. Daerah yang mereka survei adalah kompleks perumahan di Pondok Aren dan Graha Raya, Bintaro.
Sayang, keduanya area ini masih kurang cocok di hati. Survei perumahan di Pondok Aren berada di bawah sutet dan sering kebanjiran. Sementara area Graha Raya, Bintaro, saat itu juga belum memikat Imma. Akhirnya mereka memutuskan untuk menunda dulu pencarian rumah, sampai akhirnya mereka menikah dan kemudian tinggal di rumah ibu Imma di area Raden Inten, Jakarta Timur.
Mereka tinggal di rumah ibu Imma selama dua tahun, sampai Imma melahirkan putra pertamanya. Selanjutnya, Imma tinggal di rumah mertuanya, orang tua Pungky, di Taman Aries, Jakarta Barat. Di rumah mertua ini, Imma dan Pungky juga tinggal selama dua tahun. Salah satu pertimbangan mereka kala itu sehingga belum melanjutkan pencarian rumahnya, mereka ingin menemani orang tua.
Namun ketika anak mereka mulai beranjak besar, Imma dan Pungky menyadari sudah waktunya mereka tinggal secara mandiri, punya rumah sendiri. Mereka kemudian memilih menyewa rumah di Bintaro. Wilayah ini tidak terlalu jauh dari rumah mertua Imma di Taman Aries bila mereka mengambil rute lewat Jalan Pesanggrahan.
Tentu saja, Imma dan Pungky tidak berniat tinggal selamanya di rumah kontrakan. Mereka ingin segera menemukan dan membeli rumah yang tepat untuk keluarga kecilnya. Ada beberapa kriteria yang sudah mereka tetapkan dalam mencari rumah idaman itu.
“Kami ingin memiliki rumah yang tidak terlalu besar, tapi kami bisa membangun rumah itu sesuai selera. Niatnya sih beli rumah satu lantai saja, jadi kelak bila ingin menambah satu lantai lagi kami bisa membuatnya sesuai desain dan keinginan sendiri,” jelas Imma.
Cerita Rumah Imma: Cari Rumah Bebas Banjir, Dekat Sekolah Favorit
Imma menambahkan, “Kami dulu sering melihat sebuah rumah di Bintaro. Rumah kecil tapi tampak begitu asri. Penghuninya pandai membuat rumah itu terlihat hijau. Nah, kami jadi terpikir untuk membeli rumah seperti itu. Tidak besar, tapi bisa dibuat hijau dan nyaman.”
Selain itu, Imma juga mengincar area yang bebas banjir, strategis, dan yang terpenting harus dekat dari sekolah berkualitas, sekolah favorit. Kepentingan tumbuh kembang anak memang menjadi pertimbangan utama Imma dan Pungky dalam mencari rumah.
“Kami tidak keberatan bila harus tinggal jauh dari tempat kerja. Di mana pun rumahnya, yang penting anak kami bisa nyaman bersekolah di dekat rumah, kualitas sekolahnya juga bagus. Kami tidak mau kalau anak harus bersekolah jauh dari rumah, lalu akhirnya terpaksa pindah sekolah karena kejauhan,” urai Imma.
Dulu, selama masa-masa mengontrak di Bintaro, Imma memang jarang sekali bertandang ke BSD. Aktivitas kerja di Jakarta membuat mobilitasnya terpusat antara Jakarta – Bintaro saja. Karena itu, ketika melihat-lihat area Serpong, ia semakin terpikat.
“Wah, di BSD semua fasilitas serba ada. Seperti yang kami mau, ada banyak sekolah berkualitas atau sekolah favorit di dekat rumah. Anak yang mendaftar ke sana harus punya Kartu Keluarga dengan alamat di BSD. Jika tidak, kemungkinan diterimanya lebih kecil karena sekolah ini memprioritaskan penghuni BSD,” jelas Imma.
Selain dekat dari sekolah, pasar modern yang nyaman dan lengkap juga dekat. Pasar adalah daya tarik bagi Imma karena ia sangat gemar ke pasar. Selain itu, ia juga merasa tenang tinggal di BSD karena bebas banjir dan saluran airnya dibangun secara benar. Apalagi BSD didukung oleh akses yang mudah dan pilihan moda transportasi umum yang beragam.
Cerita Rumah Imma: Pinjaman Dana Disetujui, Cari Rumah Dibantu Agen Properti
Ketika menentukan lokasi rumah impian, memang dibutuhkan banyak pertimbangan. Untuk menemukan rumah idaman bersama pasangan pun memerlukan kerjasama agar visi ke depan dan pemikiran masing-masing terakomodir.
Dan demi menemukan rumah yang sesuai kriteria mereka, Pungky pun mulai mencari-cari informasi. Salah satunya lewat listing properti di jual di Rumah.com. Awalnya, suami istri ini tertarik membeli rumah kontrakan yang kala itu mereka tempati. Sayangnya, harga rumah yang ditawarkan pemilik rumah terlalu tinggi bagi mereka.
Masalah dana memang sempat menjadi dilema bagi Imma dan Pungky. Walaupun perusahaan tempat Pungky bekerja memberikan kemudahan pinjaman dana, namun tetap saja tidak mencukupi untuk membeli rumah. Itu sebabnya mereka harus mencari cara untuk menutupi kekurangannya.
Pada akhirnya mereka dihadapkan pada dua pilihan: Punya rumah, tapi tidak punya mobil? Atau punya mobil, tapi tidak punya rumah? Setelah berdiskusi, mereka sepakat mengambil pilihan pertama. Mereka harus punya rumah! Dan sebagai konsekwensinya, Imma dan Pungky harus merelakan menjual mobil kesayangannya demi menambah kekurangan dana pembelian rumahnya.
Tak lama, pencarian rumah mereka pun mulai menunjukkan hasil. Imma dan Pungky tertarik pada sebuah rumah di Alam Sutera dengan luas bangunan 98 m2. Mereka berharap rumah itu tak perlu direnovasi lagi. Setelah survei rumah dan mendapatkan info harga dari agen properti, Pungky langsung mengajukan pinjaman pada tempat kerjanya.
Namun ketika pengajuan pinjaman dana disetujui kantor, rumah incaran mereka di Alam Sutera keburu dibeli orang lain. Agen properti yang membantu pencarian rumah mereka kemudian memberikan info rumah lainnya di BSD. “Pemilik rumah ini juga ingin menjual cepat karena dia sebenarnya sudah punya rumah di Kebon Jeruk,” kata agen tersebut.
Cerita Rumah Imma: Jual Mobil Kesayangan, Dapat Rumah Idaman
Ternyata rekomendasi sang agen tak meleset. Imma langsung sreg melihat rumah di BSD ini. Rumah seluas 50 m2 itu berdiri di atas tanah seluas 120 m2. Pemiliknya membeli rumah itu dua tahun sebelumnya, tapi tak pernah menempatinya. Meskipun dibiarkan kosong selama dua tahun, tetapi kualitas bangunannya masih bagus.
“Saya langsung tertarik pada rumah ini karena melihat ada halaman depan, carport, dan halaman belakangnya pun masih luas. Masih leluasa kalau mau memindahkan dapur atau menambah kamar mandi. Beda kalau saya membeli rumah seken yang sudah lama ditempati orang lain. Saya pasti bingung mau diapakan lagi rumah itu,” tutur Imma.
Imma senang karena rumah itu tak berhadapan dengan rumah lain, melainkan dengan lahan kosong menyerupai bukit. Ia juga menyukai area perumahannya yang berbentuk blok yang terdiri atas 60 rumah saja dan satu gerbang untuk keluar masuk. Tadinya ada satu akses lagi menuju kampung belakang, tapi akses ini kemudian ditutup demi keamanan.
“Begitu melihat rumah ini, saya tidak terpikir untuk mencari rumah lainnya. Kami memang mendambakan lingkungan rumah yang tenang, jauh dari hiruk pikuk Jakarta. Di sini kami mendapatkannya. Walaupun kantor saya jauh di Setiabudi, Jakarta Selatan, tapi begitu pulang rasanya tenang sekali. Sampai sekarang pun, suasana di sini masih senyap.”
Pada 2010, Imma dan Pungky akhirnya resmi memiliki rumah di BSD dengan skema pembayaran tunai atau cash keras. Dana tersebut 40 persennya berasal dari hasil menjual mobil kesayangan mereka, sedang sisanya yang sebesar 60 persen didapat dari pinjaman kantor yang mereka cicil setiap bulannya.
Pinjaman dari kantor Pungky ini kemudian lunas pada tahun kelima. Pungky dan Imma memang tidak mau berlama-lama mencicil rumah. Bagi mereka, jangan sampai anak sudah masuk SMP atau SMA, tapi mereka masih mencicil pinjaman.
Selain pinjaman untuk rumah, masih ada kemudahan lain yang diperoleh dari tempat kerja Pungky. Walaupun mobil mereka sudah dijual demi menambah biaya pembelian rumah, tapi kantor kemudian memberikan fasilitas mobil untuk Pungky. Ini benar-benar berkah yang manis bagi Imma dan Pungky. Rumah dapat, mobil pun dapat.
Cerita Rumah Imma: Harga Jual Rumah Meningkat dari Harga beli
Rumah Imma kini telah direnovasi. Imma menambahkan pergola di depan dan memperluas rumah ke belakang. Lahan yang tersisa di belakang dijadikan teras terbuka seluas 2 x1,5 meter. Selain itu, ada galeri kecil (bekas gudang) tempat Kristin melukis.
Dapur yang tadinya terletak di dekat kamar mandi juga dipindahkan ke luar. Kamar yang awalnya berjumlah empat kini menjadi tiga, karena ada dua kamar yang dijadikan satu. Luas bangunan yang aslinya hanya 50 m2, setelah direnovasi menjadi 90 m2.
“Sebenarnya rumah impian saya adalah yang bertingkat. Saya bisa mengawasi lingkungan sekitar rumah dari lantai dua. Kalau ada orang datang, saya juga bisa ‘intip’ dulu dari atas. Namun menimbang faktor umur yang semakin bertambah, rasanya tidak kuat kalau sudah tua nanti harus turun naik tangga,” jelas Imma.
Meskipun begitu, Imma sudah cukup puas dengan rumah dan lingkungannya. Apalagi, ia bisa menyalurkan keinginan untuk menghijaukan tempat tinggalnya. Sejak awal tinggal di perumahan ini, Imma dan para tetangga menanam pepohonan di lahan kosong seberang rumahnya. Imma sendiri menanam tiga pohon bintaro yang rimbun di sana.
Hasilnya, lingkungan mereka pun bertambah asri dan ini menjadi daya tarik tersendiri. Semakin banyak orang yang berminat membeli rumah di blok Imma. Tak lama kemudian, rumah-rumah di bloknya yang tadinya masih kosong pun penuh terisi.
Kini sudah sebelas tahun Imma, Pungky, serta anak mereka Ary dan Kristin, tinggal di BSD. Mereka bisa dibilang sebagai saksi perkembangan kawasan yang kini menjelma jadi sebuah kota mandiri. Peningkatan harga kisaran tanah di BSD pun terus berkembang, yang menurut mereka dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah melonjak hingga lebih dari 200% dari harga beli.
Cerita Rumah Imma: Menyimpan Impian Rumah untuk Hari Tua
Ada kelebihan, tentu ada pula kekurangan. Dahulu, ketika masih banyak rumah kosong di blok Imma, ada satu tamu tak diundang yang beberapa kali mendatangi mereka: Ular! Imma beberapa kali menemukan ular di carport. Tetangga juga pernah menemukan ular di mobil dan di bawah kesetnya.
“Saya tidak takut, karena di rumah saya ada anjing. Anjing adalah lawan ular. Adik saya juga pernah memanggil pawang karena menemukan ular di rumahnya. Kata pawang, ularnya jangan dibunuh. Cukup antisipasi dengan kamper, terutama di kamar mandi agar ular tidak masuk melalui lubang WC,” jelasnya.
“Saya belum pernah mendengar kasus perampokan di sini. Ular memang ada, tapi kami tidak takut. Apalagi setelah area ini semakin ramai, ular pun menyingkir. Selama tinggal di sini, anak-anak juga tidak pernah sampai digigit ular, padahal mereka sering bermain di lahan depan rumah,” jelas Imma.
Tips Rumah.com
Mencari rumah tak ubahnya seperti perjuangan menemukan jodoh. Jika dari awal sudah tidak sreg, lupakan. Jangan dipaksakan. Sebaliknya, bila langsung jatuh cinta pada pandangan pertama, biasanya itu pertanda ‘hubungan’ dengan rumah akan awet, tahan lama.
Namun ketika anak-anak masih kecil, selepas Magrib mereka memilih tidak berada di luar rumah lagi. Apa Pasal? Karena di lokasi rumah Imma yang cenderung tenang dan berada di pojokan, apalagi depan rumah lahan kosong, anak-anak pernah melihat penampakan sesosok kuntilanak!
Hal tersebut namun tidak menjadi kekhawatiran Imma dan para tetangganya. Terpenting ia merasa tenang tinggal di perumahan ini karena tidak pernah kebanjiran. "Zaman sekarang, sepertinya banjir memang lebih menakutkan karena terbukti sulit di atasi. Sedang ular dan kuntilanak malah lebih mudah penanganannya," ujar Imma seraya berkelakar.
Kini meskipun Imma dan Pungky sudah nyaman tinggal di perumahan ini, tapi mereka masih punya impian, rumah untuk hari tua. Mereka ingin sekali membangun rumah di luar daerah. Imma membayangkan Yogyakarta atau Magelang, daerah di dekat taman wisata candi. Rumah itu kecil, tapi lahannya luas. Ada pula aula yang bisa disewakan untuk umum.
“Suami saya malah ingin tinggal di daerah yang susah dicari. Harus pakai titik kordinat untuk sampai ke rumah itu. Ha ha ha… Entahlah apa impian kami bisa tercapai. Tapi yaaa… itu cita-cita kami. Mungkin kelak bila anak-anak kami sudah bekerja semua, kami bisa mulai menyusun rencana ini,” ujar Imma.
Itulah cerita perjuangan Imma yang demi mewujudkan rumah impiannya, rela harus menjual mobil kesayangannya. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Eyi Puspita, Foto: Aloysius Ary