Mungkin sudah menjadi takdir baik bagi Irawati Diah untuk selalu tinggal dekat dari orangtua. Sebelum Ira menikah, ia dan keluarganya pernah pindah dari Bintara, Bekasi ke rumah nenek Ira di Condet, Jakarta Timur, untuk mendampingi sang nenek yang kesehatannya menurun drastis karena terserang stroke.
Setelah menikah, Ira dan suami yang awalnya ingin tinggal mandiri harus mengubah rencana mereka karena bapak mertua Ira wafat. Mereka pun diminta tinggal di rumah ibu mertua untuk mendampingi beliau selama beberapa tahun.
Mau punya rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur, salah satu kawasan di DKI Jakarta yang harganya paling terjangkau namun dengan potensi investasi paling tinggi? Cek pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp300 jutaan di sini!
Dan bila kepraktisan yang jadi pertimbangan, untuk urusan rumah buat tempat tinggal, mereka bisa saja memilih KPR rumah; tinggal cari perumahannya, mengajukan KPR, duduk manis menunggu persetujuan bank, bila disetujui lalu tinggal pindah mengisi rumah barunya.
Namun dengan menimbang permintaan dan sekaligus niat baik menjaga orangtua, Ira bersama suaminya, Prasto, sepakat untuk memilih mengambil Kredit Bangun Rumah (KBR) untuk membangun rumah impiannya, rumah yang lokasinya dekat dari rumah orangtua, rumah mertua Ira.
Cerita Ira Beli Rumah Sebelum Menikah Tapi Tinggal di Rumah Mertua
Ira dan Prasto yang menikah pada tahun 2008 pada awalnya memang berencana untuk tinggal di rumah kontrakan, sambil mencari rumah yang nyaman, rumah yang sesuai kriteria mereka yang bisa dibeli dengan cara KPR.
Namun nasib berkata lain. Tiga bulan sebelum hari pernikahan, ayah Prasto wafat. Ibu Prasto lalu meminta mereka untuk tinggal menemani beliau di rumahnya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Kebetulan, Prasto adalah anak laki-laki satu-satunya. Adik perempuannya saat itu juga masih belum menikah.
Demi meluluskan permintaan sang Ibu, Ira dan Prasto pun mengurungkan niatnya untuk mengontrak rumah. Mereka akhirnya tinggal bersama ibu dan adik Prasto, tinggal di rumah mertua Ira, tinggal di rumah orangtua Prasto. Setelah beberapa tahun, mereka kemudian baru mulai mencari-cari rumah lagi.
Perlu diketahui, Ira sebenarnya sudah membeli rumah di daerah Parung, Bogor, yang dicicilnya sejak 2006, sebelum menikah. Hal itu karena sejak dulu Ira memang berniat mandiri dan ingin memiliki rumah sendiri. Saat mendengar ada perumahan untuk wartawan yang bisa dibeli dengan KPR tanpa DP, Ira langsung menyambar kesempatan itu.
Namun Prasto menolak mentah-mentah untuk tinggal di Parung. Bukan hanya karena jauh dari tempat kerja mereka di Cawang, Jakarta Timur, tetapi karena jauh dari rumah ibunya. Ia memikirkan ibu dan adik perempuannya yang hanya tinggal berdua. Kalau bisa, ia dan Ira tinggal sedekat mungkin dari rumah ibu Prasto di Duren Sawit.
Tentu saja, mencari rumah di daerah Jakarta bukan perkara mudah bagi pasangan muda. Bukan apa-apa, harganya relatif tinggi. Sekitar sepuluh tahun lalu ketika Ira dan Prasto mencari rumah di area Duren Sawit dan Pondok Kelapa, rata-rata harga rumah yang mereka tanya sudah mencapai 700 juta. Dan nilainya kini bisa jadi sudah milyaran rupiah.
Cerita Ira Beli Tanah Kaveling dan Masalah Dana Membangun Rumah
“Kalau mau menyesuaikan bujet, kita ambil KPR di Bekasi saja,” usul Ira pada suaminya kala itu. Pertimbangannya karena Ira memperhitungkan jarak Jakarta Timur – Bekasi yang tergolong dekat. Namun Prasto berpendapat lain. Baginya, area Bekasi masih terlalu jauh dari Duren Sawit.
Ira mencari-cari informasi perumahan dan KPR, antara lain melalui situs Rumah.com. Ia juga memasang kuping bila ada informasi dari rekan wartawan desk properti. Ketika apartemen Kalibata City mulai ditawarkan, ada jatah untuk wartawan. Ira tertarik, tetapi Prasto merasa kurang sreg tinggal di apartemen. Lagi-lagi kata sepakat tak tercapai.
Selagi Ira dan suami mencari-cari rumah, ibu Prasto ternyata ikut memikirkan tempat tinggal untuk anak dan menantunya. Bisa jadi ini karena mendiang ayah Prasto dulu memang sempat bercita-cita memberikan rumah pada kedua anaknya. Rumah di Duren Sawit rencananya akan diberikan pada si bungsu, dan kini berarti sang ibu tinggal mencari rumah untuk Prasto.
Karena harga rumah siap huni di Jakarta Timur sudah selangit, ibu Prasto mencarikan tanah kaveling di perumahan tempat tinggalnya. Ada beberapa kaveling yang sempat ia tanya, tetapi belum cocok.
Hingga pada suatu hari ada tanah kaveling dijual persis di seberang rumah sang ibu yang hanya terpisah lapangan. Kebetulan, ibu Prasto mengenal pemilik kaveling itu. Tanpa membuang waktu, ia mendekati si pemilik tanah. Kaveling itu relatif luas, 400 meter persegi. Dan setelah bernegosiasi, si pemilik setuju untuk menjual separuhnya saja dan memecah sertifikat tanahnya.
Pada 2010, Prasto dan Ira akhirnya resmi memiliki sebidang tanah seluas 200 meter persegi. Tentu saja persoalannya belum selesai sampai di situ, PR selanjutnya adalah bagaimana mencari dana untuk membangun rumah di atas tanah kaveling yang baru dibeli persis di seberang rumah sang ibu mertua.
Cerita Rumah Ira Dibangun Menggunakan Kredit Bangun Rumah (KBR)
Setelah bertanya kiri kanan, akhirnya Ira mendapat informasi tentang Kredit Bangun Rumah (KBR). Ini pertama kalinya mereka mendengar tentang KBR. Setelah riset lebih lanjut, Ira dan Prasto sepakat mengambil KBR di sebuah bank pemerintah. Untuk itu, Ira harus mempersiapkan sertifikat tanah, rencana anggaran biaya (RAB), dan surat izin mendirikan bangunan (IMB).
Nantinya sertifikat tanah akan menjadi jaminan dan dipegang oleh bank sampai Kredit Bangun Rumah (KBR) mereka lunas. Sedangkan untuk RAB, mereka meminta bantuan arsitek untuk membuatkannya. Biasanya para arsitek atau kontraktor memiliki format RAB yang sudah standar sehingga memudahkan mereka untuk membuatnya.
Untuk IMB, Ira dan Prasto harus mengurus ke kecamatan. “Terus terang, saat mengurus IMB ini saya dan suami harus banyak menelan pil sabar karena dulu proses pengurusannya cukup lama, sekitar dua bulan. Tapi itu sepuluh tahun lalu. Mungkin sekarang sudah lebih cepat dengan adanya Mal Pelayanan Publik ya,” tutur Ira.
Sambil menunggu RAB dan IMB, tanah kaveling Ira dan Prasto diurug dan dipadatkan agar nanti siap dibangun. Setelah semua persyaratan lengkap, barulah mereka mengajukan aplikasi KBR ke bank.
Tak lama setelah aplikasi diterima, petugas bank datang ke lokasi dan melihat kondisi tanah sekaligus melakukan assessment. Setelah semua dinilai oke, petugas bank meminta mereka datang ke notaris yang ditunjuk untuk menandatangani perjanjian. Beberapa hari kemudian, uang KBR pun langsung ditransfer ke rekening mereka.
Nilai KBR yang diajukan Ira dan Prasto adalah sebesar Rp300 juta rupiah. “Sebenarnya bank menawarkan saya meminjam lebih besar, bahkan sampai Rp500 juta. Tapi saya jiper. Setelah dihitung-hitung, dengan mempertimbangkan bunga bank dan besar cicilan selama 20 tahun, angka Rp300 juta rasanya moderat dan terjangkau,” urai Prasto.
Cerita Proses Pencairan Dana KBR Rumah Ira dan Soal Suku Bunga
Untuk proses pencairan dana KBR juga tidak langsung semuanya ditransfer pihak bank, tapi dilakukan secara bertahap sebanyak tiga kali, sesuai RAB yang diajukan di awal. Walaupun pinjaman yang diajukan Ira nilainya Rp300 juta, tetapi setelah dipotong biaya provisi dan notaris, dana KBR yang mereka terima hanya Rp270 juta.
“Saya lupa berapa persisnya dana yang cair per tahap, karena besarnya tidak sama. Misalnya tahap pertama cair 100 juta, setelah proses pembangunan berjalan satu dua bulan, saya harus mengajukan pencairan kedua. Lewat email, saya melaporkan perkembangan dan foto-foto proses pembangunan rumah,” jelas Prasto.
Untuk pencairan dana kedua dan ketiga juga tidak lama dari waktu pengajuan. Sekitar satu minggu saja. Menurut Prasto, mungkin pencairan dana Kredit Bangun Rumah (KBR) dibuat bertahap oleh pihak bank untuk mencegah debitur menyeleweng dan memanfaatkannya untuk keperluan lain.
Ira dan Prasto tidak merasa menemukan masalah dalam proses KBR mereka, tetapi mereka sempat terkejut pada bulan ke-25, saat bunga fixed beralih menjadi floating. Sesuai perjanjian, selama 2 tahun mereka memang mencicil KBR dengan suku bunga fixed. Namun begitu yang berlaku suku bunga floating, cicilan bulanan mereka bertambah sampai nyaris Rp1,5 juta per bulannya.
Namun cicilan tinggi ini hanya berlangsung sekitar setahun saja. Mulai 2014, cicilan mulai turun dan kemudian stabil hingga sekarang. “Mungkin karena pengaruh turunnya BI rate dan situasi global juga,” kata Prasto.
Tantangan lain yang mereka hadapi adalah permintaan tambahan bujet dari kontraktor. Si kontraktor meminta tambahan sekitar lima persen dari bujet yang disepakati di awal. Dana ini diambil Ira dan Prasto dari kocek sendiri. Walaupun ini sebenarnya risiko yang harus ditanggung si kontraktor, tapi Ira tetap menyanggupi karena Ira dan Prasto memang ingin rumah mereka terbangun dengan baik.
Cerita Proses Pembangunan Rumah Ira yang Dekat Rumah Mertua
Namun ternyata hal itu bukan terakhir kalinya mereka harus merogoh kocek sendiri. Tetapi kali ini memang Ira dan Prasto yang meminta penambahan bangunan. Mereka ingin membangun kamar tambahan untuk asisten rumah tangga dan area jemur di lantai atas. Untuk itu, mereka harus menyediakan dana sekitar Rp50 jutaan lagi.
“Bisa saja kami menambah pinjaman ke bank, tetapi berarti utang kami bertambah besar. Kami tidak mau mengambil risiko itu. Tapi akibatnya, ketika rumah hampir jadi, kami bokek berat. Bahkan untuk membeli tirai dan kasur harus pinjam ke koperasi kantor. Ha ha ha…,” kenang Ira, tergelak.
Rumah Ira dan Prasto selesai dibangun dalam waktu tujuh bulan. Luas rumah mencapai 144 meter persegi. Selain penambahan biaya, mereka tak menemui kendala yang berarti. Pada 2011, Ira, Prasto dan putri tunggal mereka, Nadira, sudah bisa pindah ke rumah baru.
Kini sudah sepuluh tahun mereka menempati rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur. Bila menilik lokasinya, area ini tentu bagus, karena masih terletak di Jakarta dan terbilang dekat dari pusat kota.
Sayangnya, perumahan ini tidak berkembang lagi. Ira membandingkannya dengan area seperti Perumahan Galaxy di Bekasi yang masih terus berkembang dengan segala fasilitas lengkap di dalamnya.
Meski demikian, Ira bersyukur bisa punya rumah di dekat rumah mertua dan juga rumah adik iparnya. “Saya jadi bisa meminta bantuan ipar dan mertua untuk mensupervisi anak, karena saya dan suami sama-sama bekerja kantoran. Soal keselamatan dan keamanan anak pun jadi lebih terjamin.”
Cerita Rumah Ira Tentang Rencana Renovasi dan Harapan di Masa Depan
Ira menambahkan, “Dalam kondisi darurat juga lebih mudah. Seperti tahun 2019 lalu saat orangtua saya kecelakaan. Saya bisa langsung menitipkan anak pada mertua, karena saya dan suami harus mengurus orangtua saya di rumah sakit.”
Saat ini Ira dan suami juga berencana, jika punya rezeki lebih mereka sangat ingin segera melunasi pinjaman KBR mereka. Pada tahun kedelapan, Prasto pernah menanyakan berapa yang harus ia bayarkan jika ingin melunasi utangnya. Ternyata jumlahnya masih cukup besar, yakni 220 juta.
Tips Rumah.com
Terkait persyaratan Kredit Bangun Rumah (KBR), untuk membuat RAB Anda bisa minta bantuan kontraktor untuk dibuatkan karena kontraktor memiliki format RAB standar. Dan jika belum memiliki IMB, Anda bisa dapat mengurusnya di kecamatan (untuk tanah maksimal 200 m²) atau ke dinas tata kota (untuk tanah lebih dari 200 m²).
“Mungkin setelah tahun kesebelas, kami akan lebih banyak membayar pokok utang daripada bunga sehingga pinjaman kami cepat berkurang,” kata Prasto.
Bila pinjaman sudah lunas, keinginan mereka berikutnya adalah merenovasi rumah. Ira ingin memperbesar dapur dan membuat rooftop. Sementara, impian jangka panjang Prasto adalah membangun lantai dua dengan dua kamar dan ruang tengah agar kelak anak perempuan mereka bisa tinggal di sana bersama suaminya.
“Doakan kami, ya!” seru Ira dan Prasto yang seraya tergelak dengan harapan mereka nanti.
Itulah cerita Ira yang dilandasi niat baik untuk menjaga orangtua, bercita-cita punya rumah dekat rumah mertua, hingga perjalanan mewujudkan rumah impiannya jadi begitu mudah. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Eyi Puspita, Foto: Zaky Muhammad
Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.