Impian dan cita-cita bisa menjadi motor pendorong semangat seseorang untuk bangun setiap hari dan berusaha keras, bahkan juga bangkit dari situasi yang kurang baik. Itulah yang dirasakan Lukman Saman saat jatuh bangun selagi memperjuangkan cita-citanya untuk memiliki rumah di
Jakarta Selatan.
Ya, Lukman berusaha bangkit dan gigih meskipun sempat merasa down ketika mengganggur beberapa bulan setelah pensiun dini, tambah lagi bisnisnya juga turun di awal masa pandemi COVID-19.
“Dari dulu, saya ingin punya rumah di
Jakarta Selatan, karena pertama kali saya tinggal di
Jakarta, saya kos di daerah Mampang. Di bayangan saya, airnya bagus, dekat ke mana-mana, dan dekat tempat kerja,” kenang Lukman akan masa awalnya pindah ke
Jakarta dari
Solo, kampung halamannya, untuk mulai meniti karir.
Mau punya rumah di kawasan Jakarta Selatan seperti Lukman? Masih banyak yang di bawah Rp1 M, loh! Temukan pilihan rumahnya di sini!
Ketika Lukman menikah dengan Imelda pada tahun 2010, mereka mengontrak di Rumah Susun
Petamburan,
Bendungan Hilir,
Jakarta Pusat. Dua tahun tinggal di Rumah Susun, mereka lalu memutuskan untuk membeli rumah pertama.
Cerita Rumah Lukman: DP Rumah di Kalideres yang Menguras Tabungan
Lukman dan Imel memang terpikat dengan area-area itu karena masih cukup banyak pepohonan dibandingkan daerah lainnya di
Jakarta. Impian mereka adalah memiliki rumah dengan pohon rambutan di halamannya.
Tapi, dari hasil pencarian itu belum ada yang sesuai dengan keinginan dan keuangan mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk
membeli rumah di
Kalideres,
Jakarta Barat, tak terlalu jauh dari rumah orangtua Imel.
“Pada waktu itu, keuangan kami tidak cukup untuk
membeli rumah di jalan utama di daerah
Jakarta Selatan. Dengan harga yang sama seperti rumah kami di
Kalideres, rumah yang bisa didapatkan di daerah
Jagakarsa adalah yang lebih masuk ke jalan-jalan kecil, kurang sesuai dengan keinginan kami,” papar Lukman.
Ia menambahkan, “Apalagi saat survei kami sempat melihat spanduk penolakan pembangunan tempat ibadah, kesimpulan kami, lingkungan sekitarnya cukup tertutup,” cerita Lukman tentang perburuan rumahnya saat itu.
Sebetulnya, Imel kurang setuju untuk
membeli rumah pertama mereka itu, karena khawatir mereka tidak mampu membayar cicilan
KPR-nya per bulan. Apalagi kebetulan mereka juga mendapat tawaran rumah yang lebih murah dan lebih dekat dengan rumah orang tua Imel.
Tapi, Lukman ketika itu yakin dengan perhitungannya bahwa mereka akan bisa membayar cicilan rumah tersebut. Walaupun dia mengakui, dia harus menguras habis tabungannya untuk
membayar DP Rumah.
Cerita Rumah Lukman: Tawar Harga Rumah di Jagakarsa Bisa Turun Harga 30 Persen
Tahun 2013, mereka pindah ke rumah baru di
Kalideres. Dan tak lama setelahnya, Lukman naik posisinya sebagai
Plant Manager di salah satu perusahaan manufaktur bahan bangunan. Tapi, mereka tetap hidup hemat, ke mana pun mereka tetap mengendarai motor
trail kesayangan mereka sampai Lukman mendapatkan fasilitas mobil dan supir dari kantor.
Hampir setiap hari Lukman mengantar Imel ke kantornya di
Kuningan sekitar 45 menit dari
Kalideres, lalu sekitar 30 menit ke tempat kerjanya di
Sunter. Perjalanan yang panjang untuk ditempuh setiap hari.
Meskipun sudah memiliki rumah, namun Lukman belum melupakan cita-citanya untuk
membeli rumah di area
Jakarta Selatan. Dia pun mengungkapkan apa yang dia rasakan dan idamkan selama ini.
“Dalam hitungan saya dulu, sepertinya tidak akan mungkin kami
beli rumah kedua, tapi cita-cita itu selalu ada. Setiap hari saya selalu bicara ke Imel kalau saya masih pengin
beli rumah di Selatan.” Lukman juga mengakui tetap berburu dan melakukan
pencarian rumah di internet.
Suatu hari di bulan Desember 2017, tanpa sengaja, di tengah perjalanan dari
Depok, Lukman melewati Jl. Durian,
Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan melihat perumahan baru yang sangat asri dan menarik perhatiannya.
“Saya merasa jalan ini adalah rendevouz. Dulu, kami pernah naik motor trail lewat daerah sini, kami terkesan sekali, bagus sekali dan sejuk, banyak pepohonan. Dulu daerah ini masih hijau, masih banyak pohon rambutan,” kenang Lukman.
Iseng-iseng, dia memutuskan untuk mampir ke kantor pemasaran dan langsung menawar harga rumah di Jagakarsa tersebut. Ternyata pihak pengembang perumahannya bersedia menurunkan harga hingga 30 persen. Lukman memperkirakan salah satu alasan tawarannya disetujui kemungkinan karena saat itu waktunya tepat, pasar perumahan sedang lesu.
Cerita KPR Rumah Kedua Lukman yang Berkonsep Terbuka Bergaya Industrial
“Sebelum menawar, Imel juga sudah setuju dengan rumahnya walaupun dalam hatinya, saya yakin dia juga tidak percaya kalau kami bisa
membeli rumah itu,” Lukman menjelaskan.
Keraguan tersebut cukup beralasan, karena harga rumah tersebut 3 kali lipat dari harga beli rumah pertama mereka, sementara cicilan
KPR rumah pertama masih berjalan. Di sisi lain, Lukman cukup yakin dengan perhitungan keuangan mereka.
Walaupun begitu, mereka tidak langsung memberi kepastian akan
membeli rumah tersebut. Baru setelah tujuh bulan dan diultimatum oleh pengembang bahwa setelah itu tidak berlaku lagi harga diskon, Pada Agustus 2018, Lukman langsung memberikan tanda jadi.
Lagi-lagi, Lukman harus menguras tabungannya, kali ini untuk membayar setengah DP yang besarnya 20 persen dari harga rumah. Sementara sisanya dicicil sebanyak 6 kali selama tiga bulan. Setelah pelunasan DP, mereka mengajukan
KPR.
Karena masih ada
cicilan rumah pertama,
KPR rumah kedua ini syaratnya harus melalui bank syariah. Pengajuan
KPR kedua ini bisa dibilang cukup lancar karena melihat rekam jejak pembayaran
KPR sebelumnya dan slip gaji keduanya. Pada bulan Januari 2019, akhirnya
KPR disetujui.
KPR lancar, bukan berarti mereka bisa langsung menempati rumah baru, karena pada saat itu rumah belum dibangun. Mereka harus memberikan kepastian ada atau tidaknya perubahan desain awal yang telah disediakan pengembang.
Karena pasangan ini menginginkan interior berkonsep terbuka dengan sentuhan
gaya industrial, itu berarti ada perubahan dari desain asli yang lebih tertutup. Untuk perubahan tersebut, ada biaya tambahan yang diterapkan dari pengembang, termasuk
biaya pembangunannya.
Cerita Lukman Lunasi Biaya Bangun Rumah dengan Dana Jamsostek dan Uang Pensiun Dini
“Saya ingin rumah sudah beres saat akan ditempati, tidak ada lagi renovasi besar. Karena itu sejak rumah belum dibangun, kami sudah mengajukan perubahan pada desainnya sesuai dengan keinginan kami,” kata Lukman yang meminta bantuan profesional dari salah satu temannya yang seorang
arsitek.
Seiring dengan perencanaan kepindahan mereka ke rumah baru, putri pasangan ini juga mulai memasuki usia sekolah, sehingga mereka mulai mendaftarkan sekolah. Artinya ada biaya pendaftaran uang sekolah yang cukup lumayan besarnya.
“Saat itu bingung juga, dari mana lagi uangnya. Ternyata, pada saat ngobrol dengan atasan, saya ditawari untuk pensiun diri dengan pesangon sesuai peraturan karena tidak berbuat kesalahan. Kebetulan saat itu saya merasa kurang bersemangat bekerja. Akhirnya saya terima saja tawaran itu,” ujar Lukman.
Di waktu yang tidak jauh berbeda, Imel juga pindah bekerja ke kantor lain dan bisa mencairkan dana pensiun serta Jamsostek dari kantor yang lama. Dari sana, ditambah pesangon pensiun dini Lukman, mereka melunasi biaya tambahan pembangunan sekaligus uang sekolah putri mereka.
Dana yang masih tersisa pun kemudian dipersiapkan Lukman untuk memulai bisnis setelah ia tidak lagi sebagai pegawai. Rasa lega dengan solusi yang tidak diperkirakan sebelumnya membuahkan hasil. Lukman pun berhasil memiliki rumah di lokasi yang ia idamkan sejak dulu.
Pada Febuari 2019, Lukman resmi mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Dia menyadari, konsekuensinya bahwa dia harus memulai bisnis karena ada dua cicilan rumah yang harus dibayar setiap bulan.
Untuk biaya hidup sehari-hari dan pembayaran cicilan, sementara waktu masih bisa mengandalkan pesangon, tapi tidak bisa seterusnya seperti itu. Bisnisnya harus segera dimulai.
Cerita Lukman Kursus Terjun Payung Hingga Jadi Bisnis Buat Bayar Cicilan Rumah
Dengan latar belakangnya di bidang manufaktur bahan bangunan, Lukman mulai merintis jalur untuk membuat gudang suplai bahan bangunan di
Bandung. Karena bisnisnya berada di kota lain, dia mencari orang kepercayan untuk menjadi kepala cabang, agar tidak perlu selalu diawasi secara langsung.
Namun, untuk memulai bisnis baru perlu proses. Bagi Lukman, prosesnya memakan waktu sekitar enam bulan. Selama itu, Lukman harus menyesuaikan diri dengan status barunya sebagai ‘pengangguran’. Setiap hari Lukman mengantar Imel ke kantornya di
Kedoya, lalu mengantar jemput anak ke sekolah.
Karena rumah baru mereka masih dalam
proses pembangunan, sementara terlalu jauh untuk kembali ke
Kalideres, sembari menunggu anaknya pulang, biasanya dia berkeliling mengunjungi kantor atau rumah-rumah temannya.
Dia mengakui, tidak mudah menjadi ‘pengangguran’, perasaannya juga menjadi lebih sensitif. “Saya merasa kok sebagai pria saya begini, saya juga jadi lebih mudah tersinggung, padahal mungkin orang lain tidak bermaksud menyinggung saya. Tapi, perasaan itu juga membuat saya menjadi lebih terpacu untuk berusaha,” akunya jujur.
Tips Rumah.com
Ketika akan mengajukan KPR untuk rumah kedua pastikan bahwa kondisi keuangan Anda benar-benar sehat, tak ada beban utang berjalan atau tunggakan. Pastikan tujuan keuangan utama seperti dana pendidikan anak, dana darurat, dan dana kebutuhan bulanan sudah terpenuhi. Jangan sampai membeli rumah kedua membuat Anda harus bersusah payah memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
Untuk mengisi waktu, penggemar olahraga outdoor ini mengikuti kursus terjun payung. Itu cita-citanya yang lain yang belum sempat terwujud sejak dulu, karena belum ada waktu luang yang cukup dan biayanya juga cukup mahal.
Ternyata, dari kegiatan terjun payun ini, Lukman menemukan peluang bisnis lain di bidang pengadaan alat-alat terjun payung, terutama bagi TNI. Rencananya, bisnis pergudangan bahan bangunannya diandalkan untuk menunjang biaya hidup sehari-hari. Dan bisnis pengadaan alat terjun payung akan diandalkannya untuk membayar cicilan, terutama KPR.
Bisa dikatakan ia memulai bisnis alat terjun payung benar-benar dari nol, karena bidang ini relatif baru baginya. Lukman merintisnya dengan mengandalkan kabar dari mulut ke mulut. Printer dan laptop sendiri pun ia tidak punya demi menghemat pengeluaran.
Cerita Lukman Ajukan Restrukturisasi Kredit KPR Rumah Dampak Pandemi COVID-19
Untuk keperluan kedua bisnisnya ini, Lukman meminjam laptop kerja milik Imel. Tempat foto kopi dan percetakan brosur juga kemudian menjadi tempat yang sering dikunjunginya karena bolak balik mencetak proposal dan brosur.
Akhirnya, rumah baru pasangan Lukman dan Imel siap untuk ditempati pada Agustus 2019. Di bulan yang sama, binis pergudangan bahan bangunan di
Bandung juga mulai berjalan. Sayangnya, di Maret 2020, Indonesia mengalami masa awal pandemi Covid-19.
Bisnis pergudangan ini juga mengalami imbasnya, terhambat oleh piutang-piutang yang tidak tertagih, ada kredit macet. Sementara, Lukman sendiri memiliki kewajiban untuk membayar tagihan-tagihan yang lain seperti cicilan KPR rumahnya.
Dengan cara ini,
pembayaran cicilan dapat ditangguhkan selama beberapa bulan tanpa catatan buruk pada rekam jejak pembayaran kredit mereka di BI. Konsekuensinya, selesai masa penangguhan, ada kenaikan jumlah cicilan yang harus dibayarkan selama setahun berikutnya.
Lukman bahkan sempat terpikir akan
menjual rumah pertama mereka untuk mengatasi masalah finansial ini. Namun,
menjual rumah di kala pandemi sukup sulit. Rumah itu ternyata tidak kunjung terjual.
“Saya saat itu merasa sangat terpuruk, dikejar-kejar pembayaran oleh pabrik. Benar-benar pusing dan membuat saya banyak merenung,” kenangnya. Di saat genting seperti itu, tiba-tiba Lukman mendapat kabar bahwa ada kepastian kontrak untuk pengadaan alat terjun payungnya. Dia pun merasa mendapat titik terang lagi.
Cerita Rumah Lukman: Tips Atasi Masalah Cicilan KPR Akibat Pandemi COVID-19
“Beruntung saya memulai bisnis ini di usia 40-an, selain secara mental telah teruji, otak saya juga masih kuat memikirkannya. Mungkin saya tak akan sekuat ini dengan stresnya jika baru merintis di usia 50-an,” ujarnya.
Terkait masalah kesulitan membayar cicilan KPR rumah seperti yang banyak dialami banyak orang saat ini sebagai dampak pandemi COVID-19, Lukman memberikan sejumlah tips berdasarkan pengalamannya seperti berikut ini:
- Jujur dan menghubungi bank, bila perlu minta restrukturisasi kredit.
- Cari peluang, apa yang bisa dipelajari, apa yang bisa disukai. Bersedia terus belajar.
- Fokus pada apa yang sedang dilakukan.
- Buat rencana penunjang jika rencana pertama tidak berjalan lancar.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah.com.
Dan kini setelah satu setengah tahun tinggal di
Jakarta Selatan, Lukman merasa banyak hal dalam hidupnya dan keluarganya ternyata memang sangat ditunjang oleh lokasi tempat tinggal mereka sekarang. Yang paling terasa, lokasi rumahnya ini dekat untuk ke tempat klien-klien bisnis alat terjun payungnya.
Tak jarang juga kliennya yang datang ke rumah untuk bertemu. Selain itu, ternyata lokasi kantor tempat kerja Imel yang sekarang terjangkau dengan
moda transportasi MRT, yang stasiunnya juga tidak terlalu jauh dari rumah.
Cerita Rumah Lukman: Rumah Idaman yang Nyaman di Jakarta Selatan
“Yang berat dari meninggalkan lingkungan kami yang lama adalah meninggalkan para tetangga, karena kami sangat akrab dengan para tetangga di sana. Tapi, harus diakui, tinggal di sini memang suasananya berbeda. Secara psikologis lebih segar, hidup kami lebih santai,” tutur Lukman menceritakan perbedaan yang ia rasakan.
Lukman juga merasa air di rumahnya sekarang bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk memasak dan minum. Berbeda dengan air tanah di rumahnya yang pertama, meskipun perumahan mereka menyediakan Water Treatment Process, tapi airnya belum memadai untuk diminum.
Bahkan saat anak mereka masih bayi, tubuhnya mengalami alergi jika dimandikan dengan air tanah di sana sehingga harus mandi menggunakan air minum kemasan isi ulang. Hal tersebut menjadi sangat tidak efisien.
Tanya Rumah.com
Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami
“Kalau dipikir-pikir, dulu tidak terbayang kami bisa
membeli rumah kedua, apalagi di
Jakarta Selatan, tapi saya akhirnya percaya, rezeki terus berjalan. Jika sudah merasa yakin pada apa yang dijalani, jalani saja,” kata Lukman.
Jika untuk
investasi, memang lokasi rumah pertamanya di
Jakarta Barat menurutnya lebih sesuai. Harga rumah pertama mereka pun telah naik 3 kali lipat. Kini rumah itu telah disewakan dan hasilnya dipakai untuk membayar sisa cicilan
KPR rumah tersebut.
Itulah cerita Lukman yang sukses mewujudkan impiannya punya rumah di Jakarta Selatan. Cita-citanya yang tinggi malah mengantarkannya punya dua properti, satu untuk dihuni, satu lagi jadi investasi. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Primanila Serny, Foto: Zaki Muhammad