terakhir diperbarui 12 Oct 2020 • 16 menit membacaPemilik Rumah
Yunita Heryani kini hidup bahagia di rumah milik mereka sendiri setelah hampir 12 tahun mengontrak di rumah petak. Wanita yang akrab dipanggil Nunit ini mengisahkan kembali bagaimana cerita perjalanan membangun rumah impiannya bersama almarhum suami, Akhmad Mulyadi.
Ibu dari dua anak, Damar Aulia Akhmad dan Chiara Handini Akhmad ini kini menikmati buah manis dari perjuangannya bersama almarhum sang suami. Tinggal di rumah sendiri di daerah Pancoran Mas, Depok, yang proses mewujudkannya cukup panjang.
Cerita Kenyang Hidup Susah, Pindah Rumah Kontrakan Bikin Lelah
“Bisa dibilang kita itu dulu hampir ngontrak abadilah, istilahnya,” jelas Nunit. Nunit dan Akhmad Mulyadi yang biasa dipanggil Odek menikah pada tahun 2004. Mereka sama-sama kuliah di FISIP UI tapi berbeda jurusan, yang terpaut umur 8 tahun.
Awal menikah mereka tinggal di rumah orangtua Odek. Setelah setahun tinggal di rumah orangtua suami, mereka lalu mengontrak di daerah Kukusan, Depok. Dua tahun kemudian Nunit mengandung anak pertamanya, dan mereka memutuskan kembali ke rumah orang tua Odek karena alasan kesehatan Nunit.
“Yang punya kontrakan mata pencahariannya membuat arang, jadinya selalu banyak asap. Rasanya tidak sehat untuk kandungan saya,” jelas Nunit. Hingga Damar berusia 40 hari, mereka tinggal di rumah orang tua Odek. Setelah itu mereka tinggal di rumah kontrakan baru, rumah kontrakan yang ditinggalinya sampai akhirnya mereka berhasil punya rumah sendiri.
Nunit teringat dahulu sempat berkata ke Odek, kalau memang harus pindah lagi, sebaiknya pindah ke rumah sendiri. Ia merasa lelah dengan proses pindahan, mesti unboxing barang-barang, dan kemudian harus menata barang-barang.
Dan mereka pun menempati rumah kontrakan yang hanya memiliki satu kamar, satu kamar mandi, dan ruang keluarga tersebut mulai dari anak satu hingga kelahiran anak yang kedua, Chiara.
“Pokoknya hidup susah itu sudah kenyang banget deh,” ujarnya sambil tertawa. Mereka bahkan mengontrak rumah petak satu lagi khusus untuk menyimpan barang-barang karena tidak muat lagi di rumah kontrakan yang mereka tinggali.
Cerita Obsesi Rumah Bergaya Belanda Zaman Sekolah di Jatinegara
Keinginan punya rumah bergaya Belanda ternyata sudah menjadi obsesi sang suami sejak kecil. Dari zaman sebelum menikah, ketertarikan tersebut sudah jelas terlihat. Odek sangat memperhatikan setiap detail saat melihat rumah-rumah di Bandung, Bogor, di kawasan Menteng,Jakarta Pusat, atau pun di Kota Tua, Jakarta Barat.
“Semua detail ia lihat dan bahas. Katanya, someday gue harus bisa nih punya rumah Belanda,” kenang Nunit mengutip kalimat mendiang suaminya. Ternyata obsesi ini berasal dari nostalgia Odek saat duduk di bangku sebuah Sekolah Dasar Kristen di Jatinegara, Jakarta Timur, di mana bangunan sekolahnya bergaya Belanda otentik.
Sang suami pun yakin jika kelak ia mampu mewujudkan rumah impiannya. Ia juga paham jika seandainya ada rumah yang ala-ala bergaya Belanda harganya pasti juga akan mahal. Jadi ia lebih memilih untuk bersabar dan berniat untuk membeli tanah terlebih dahulu agar dapat dibangun sesuai keinginannya.
Nunit dan Odek baru berani mulai mencari-cari tanah pada sekitar tahun 2013. Saat itu Odek sudah bisa punya perusahaan sendiri yang bergerak di bidang outsourcing. Menurut Nunit, meski sebelumnya mereka sudah mulai menabung, kondisi punya perusahaan sendiri membuat keuangan mereka mulai terbentuk.
“Saya bertanya ke suami, mau beli rumah dengan cara KPR atau bagaimana? Kalau melihat perumahan baru 2 lantai, dengan taman yang biasanya tidak begitu besar, rasanya mustahil untuk merenovasi rumah menjadi seperti yang ia mau,” papar Nunit.
Cerita Nunit Beli Tanah Hasil Menabung dan Pinjam Uang Perusahaan
Mereka melakukan pencarian cukup lama. Baik dari informasi mulut ke mulut, dan via online melalui listing perumahan pada portal Rumah.com. Dan jika mereka menemukan yang cocok, maka mereka langsung survei ke lokasi. Area yang mereka incar adalah kawasan Depok, agar tidak jauh dari rumah orangtua Odek.
Dari listing Rumah.com mereka juga mencatat kisaran harga-harga tanah pada saat itu. Ya, Odek akhirnya memutuskan untuk mencari tanah dulu, yang nantinya akan dibangun rumah bergaya Belanda sesuai impiannya.
Di tahun tersebut, dari proses pencarian tanah di listingRumah.com mereka menemukan tanah,di kawasan Pancoran Mas, Depok yang berupa kebun buah. Karena dirasa cocok, mereka pun survei ke lokasi. Area tersebut sangat luas namun terbagi beberapa kavling.
“Minggu depannya baru kita datang lagi dan bertemu perantara, yang adalah Ketua RW daerah itu. Kami ditunjukkan tanah di area depan, tetapi harganya agak tinggi sekitar Rp750 ribu/m2. Dan saat itu kita diajak juga berkeliling ke kebon-kebon yang lain,” cerita Nunit.
Tanya Rumah.com
Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami
“Suami saya itu tidak mau memilih cara KPR. Sebelum menikah ia menutup semua kartu kreditnya karena trauma dengan suku bunga yang dinilainya tinggi,” jelas Nunit. Jadi mereka memilih mengumpulkan uang dengan cara menabung.
Selain mengandalkan uang tabungan, untuk kekurangan pembelian tanah Odek meminjam uang perusahaan. Memang perusahaan tersebut adalah miliknya sendiri, namun ia mengambil dari dividen dan membuat formulasi perhitungan untuk cicilan pengembaliannya.
Cerita Beli Tanah Orang Betawi Asli Depok yang Butuh Biaya Hajatan
Saat survei tanah yang berupa kebun buah tersebut, mereka ditunjukkan sebidang tanah, kebun belimbing seluas 423 m2 yang rencananya mau dijual cepat oleh sang pemilik karena butuh biaya untuk melangsungkan hajatan perkawinan anaknya.
“Kami tertarik dan langsung melakukan transaksi. Si bapak pemilik tanah yang merupakan orang Betawi asli Depok saat itu berkata, gue enggak butuh dibayar lunas dulu kok, sebagian dulu aja karena anak gue mau hajat,” cerita Nunit.
Akhirnya mereka menemukan kata sepakat, harga tanah yang diberikan saat itu Rp450 ribu/m2. Pemilik tanah meminta dibayar Rp100 juta terlebih dahulu, baru setelah acara hajatan anaknya ia minta dilunasi. “Tak lama, hanya bisa bernapas sekitar 2 minggu saja,” kata Nunit tertawa.
Mereka saat itu langsung sreg dengan beberapa pertimbangan, yang pertama pemiliknya baik dan harga yang diberikan saat itu bagus. Kedua, surat-surat kepemilikan akte tanahnya lengkap sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan, apalagi pemiliknya pun masih hidup.
“Suami saya enggak kan mau membeli jika surat-suratnya enggak lengkap,” jelas Nunit. Selain itu, Nunit dan suami juga senang dengan wilayah tersebut karena dari sekolah anak-anak cukup dekat.
Walau saat itu aksesnya masih terasa jauh dan daerah Sawangan, Depok, masih macet, tetapi karena saat survei dilakukan dengan mengendarai motor, mereka banyak menemukan akses jalan tikus yang merupakan jalan pintas.
Cerita Nunit Menunda Bangun Rumah karena Beli Tanah Lagi
Hampir setahun mereka menabung untuk membangun rumah impian di atas tanah yang baru dibeli, tapi rencana itu terpaksa dibatalkan. Pasalnya ada sebidang tanah kosong seluas 100 m2 di belakang, areanya agak menempel dengan tanah Nunit dan mau dijual oleh pemiliknya karena butuh uang.
“Akhirnya kami tunda membangun rumah dulu, dan membeli tanah yang letaknya hanya menempel sebagian ke tanah yang telah mereka miliki. Alasan suami waktu itu, ini kesempatan emas karena harga tanah pasti akan terus naik,” jelas Nunit.
Tanpa menunda waktu, mereka pun langsung beli tanah tersebut. Dan setiap proses beli tanah selesai, mereka memang langsung mengurus surat kepemilikan tanahnya. Seperti tips yang didapat Nunit dari laman Panduan Rumah.com, hal ini dimaksudkan agar kepemilikan jelas dan sah, serta tidak berlarut-larut dan urusan cepat selesai.
Setelah proses beli tanah kedua selesai Nunit dan suami pun kembali menabung. Walau saat itu uang terpakai dan proses bangun rumah tertunda, tapi mereka lega karena uangnya berubah wujud menjadi investasi properti.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah.com.
Setahun mereka menabung, tiba-tiba mereka diberi kabar lagi bahwa tanah yang terletak tepat di samping tanah mereka (tepat di depan tanah 100m2 yang mereka baru beli) mau dijual juga oleh pemiliknya.
“Melihat lokasi tanah di sebelah yang mau dijual ini, suami saya lagi-lagi tertarik. Tetapi harganya agak lebih mahal, karena sudah ada bangunan rumah di tanah tersebut walaupun kecil,” cerita Nunit.
Cerita Nunit Cari Kontraktor Sesuai Bujet Bangun Rumah
Selain harga yang ditawarkan lebih mahal dari tanah yang sebelumnya, ada kendala lain yang dihadapi. Akte tanah bukan atas nama si pemiliknya tersebut, melainkan masih tertera nama pemilik tanah yang sebelumnya. Si penjual hanya memegang surat jual beli tanah saja.
Setelah tawar-menawar mencapai kata sepakat, Nunit dan Odek harus menunggu selama 1 bulan hingga si penjual selesai memproses balik nama, baru kemudian melanjutkan proses balik nama atas nama mereka.
Pada akhirnya Nunit dan Odek memiliki tanah dengan total luas 673 m2. Penggabungan seluruh tanah yang mereka beli ini membentuk bidang trapesium. Saat itu mereka masih belum memiliki rencana matang untuk desain bangunan rumahnya kelak, namun cukup merasa lega karena bisa membeli tanah yang cukup besar.
“Waktu itu suami sempat kepikiran mau menempati rumah mungil yang sudah ada di bidang tanah yang terakhir dibeli. Rumahnya sederhana, hanya seluas 30 m2 dan membutuhkan banyak renovasi agar lebih nyaman. Saya bilang, akan sia-sia jika nantinya rumah itu akan dihancurkan juga saat rumah yang kita mau selesai dibangun,” papar Nunit.
Tips Rumah.com
Saat proses transaksi jual-beli rumah atau pun tanah selesai, pastikan juga untuk langsung mengurus surat kepemilikannya, legalitasnya. Hal ini dimaksudkan agar peralihan kepemilikan menjadi jelas dan sah. Terpenting, menghindari terjadinya masalah di kemudian hari.
Sebagai suami yang baik, Odek pun menerima saran Nunit demi mengutamakan efisiensi biaya. Dan akhirnya pada tahun 2017, dengan dana yang terkumpul dan dirasa cukup, mereka mulai membangun rumah impiannya.
Berbekal sketsa gambar buatan Odek, mereka cukup kesulitan mencari kontraktor yang sanggup membangun rumah bergaya Belanda. Setelah mencari tahu mengenai kisaran harga untuk bangun rumah saat itu melalui Rumah.com, mereka mencari kontraktor yang mau mengerjakan dengan bujet yang dipatok Rp3 juta/m2.
Cerita Proses Bangun Rumah Bergaya Belanda, Paviljoen Groneveld
Berbekal link pertemanan, akhirnya mereka bertemu dengan seorang teman lama yang menyatakan sanggup, dan Odek pun meminta bantuan teman lain yang seorang arsitek untuk menerjemahkan sketsa gambarnya ke dalam gambar teknis yang lebih detail.
“Waktu itu kontraktor menyetujui bujet yang kita minta, tetapi itu belum termasuk materialnya. Kami pikir tidak apa, malah bisa memilih sendiri sesuai yang kita inginkan,” jelas Nunit. Akhirnya hampir setiap akhir pekan Nunit dan Odek berdua saja mengendarai motor ke sana ke sini membeli dan memilih sendiri peralatan mulai dari toren air, hingga saklar lampu.
Dengan segala konfliknya, mulai dari kejenuhan yang melanda karena sepanjang waktu dicurahkan untuk rumah hingga perasaan takut uangnya tidak cukup, semua melanda Nunit. Total pembangunan rumah sampai ke tahap finishing berlangsung kurang lebih satu tahun.
Akhirnya keluarga kecil Nunit pun segera pindah walaupun saat itu interior rumah belum tertata. Alasan mereka, saat rumah berdiri itulah saatnya stop membayar kontrakan.
“Sempat sih sebelum pindah kita berantem dulu, karena bayangan saya kalau pindah rumah itu semua sudah ready,” cerita Nunit sambil tertawa. Namun mereka tetap pindah sambil membenahi isi rumah secara bertahap.
Keinginan Odek pun akhirnya terwujud, memiliki rumah impian bergaya Belanda yang dinamakan Paviljoen Groneveld, yang artinya rumah kecil di lahan hijau.
Cerita Dapur Klasik Nunit dan Rumah Muat Dua Keluarga Besar
Sementara Nunit saat itu hanya menginginkan area dapur sesuai dengan impiannya, lainnya ia serahkan sepenuhnya kepada Odek.
“Bagi saya ruang makan dan dapur itu adalah jantung dari rumah, tempat ngumpul. Keinginan saya hanya punya dapur bagus, peralatannya modern, tetapi lantainya pakai tegel kunci supaya kesan klasiknya kuat terasa,” papar Nunit.
Di rumah ini sisi perfeksionis sang suami tercurahkan. Selain berbelanja sendiri peralatan yang sesuai dengan konsep rumah, ia juga mendesain langsung lekuk-lekuk pada teralis hingga kaca patri agar seluruh jendela memiliki desain yang sama.
“Suami pernah bilang dia ingin punya rumah yang muat untuk dua keluarga besar sekaligus datang. Makanya banyak tempat buat nongkrong di sini. Ada tiga teras, di depan, di samping, dan di samping bawah (basement),” jelas Nunit.
Pencarian Agen
Hubungi Agen Profesional yang Akan Membantu Kebutuhan Anda
Luas bangunan rumah sebesar 225 m2. Walaupun tidak dibuat bertingkat, namun ternyata kontur tanahnya menurun, sehingga bisa dibuat basement yang kemudian difungsikan sebagai area servis dan garasi.
“Mungkin kelihatannya saat itu suami terlalu efisien, walaupun saya menyadari bahwa tujuannya adalah membangun rumah untuk keluarga. Cuma saya pikir sisakanlah at least 10% untuk senang-senang, untuk anak, apalagi dulu kita kan di rumah kontrakan terus,” kenang Nunit.
Teras Samping Rumah, Saksi Bisu Cerita Rumah Nunit dan Odek
“Suami senangnya di teras samping rumah, tempat dia ngopi-ngopi, terima teman-temannya, dan saat malam juga suka santai di situ. Teras samping itulah saksi bisu di mana ia jatuh dan kemudian meninggal,” kenang Nunit.
Ya, teras samping rumah seluas 30m2 menjadi saksi bisu. Di hari yang kelabu itu, tepatnya di suatu Sabtu sore awal bulan Maret 2019, musibah korslet yang ditimbulkan dari alat poles ubin yang mereka miliki merenggut nyawa Odek.
Tiba-tiba terdengar bunyi benturan yang sangat keras disertai listrik yang sontak padam. Nunit dan anak-anak seketika berlari menuju asal suara, yaitu di teras samping. Dan menemukan Odek yang tergeletak.
“Saya yang menemukan dia duluan. Langsung saya minta bantuan tetangga dan pak RT. Saat itu kami tidak memiliki mobil sehingga dengan menumpang mobil tetangga kami bawa Odek ke kilinik terdekat. Anak-anak saat itu saya bawa semua karena kondisi rumah gelap,” papar Nunit.
Walau di klinik Odek sudah dinyatakan tak bernyawa namun mereka langsung melarikannya lagi ke Rumah Sakit Bhakti Yudha, Sawangan, Depok. Melalui jalanan Sabtu sore yang sangat macet, akhirnya mereka tiba di rumah sakit tersebut, dan Odek dinyatakan meninggal dalam perjalanan.
“Saya tidak kepikiran dia sore itu mau poles ubin. Sebelumnya memang pernah mencoba alat itu, dan memakan waktu pengerjaan dari pagi hingga sore. Jadi benar-benar enggak ada yang tahu kejadiannya. Biasanya kalau mau mengerjakan sesuatu yang memakan waktu Odek selalu bilang sama saya,” cerita Nunit.
Cerita Duka Nunit di Rumah Peninggalan Suami Tercinta
Berawal dari alat poles ubin yang korslet dan menyetrum Odek hingga membuatnya jatuh dan membentur ubin, kejadian tersebut juga membuat panel surya di rumah Nunit rusak.
Kini Nunit sangat hati-hati dalam melakukan kegiatan yang memerlukan jasa pihak ahli. Walaupun harus mengeluarkan uang tambahan ketimbang mengerjakan sendiri, namun faktor keamanan adalah hal yang paling utama.
Kepergian Odek, sang suami tercinta, memang membuatnya sangat berduka. Nunit "terpaksa" mengambil alih peran sebagai kepala keluarga, di sisi lain juga harus tetap tegar melangkah.
Beban yang cukup berat untuknya saat itu, apalagi selain menjalankan perusahaan production house yang telah ditekuninya, Nunit juga harus memegang langsung perusahaan outsourcing milik almarhum sang suami.
Hingga saat ini kedua perusahaan tersebut tetap berjalan, tak lupa Nunit meneruskan pesan suami untuk rutin mencicil uang bangun rumah yang dipinjam dari perusahaan, walau perusahaan adalah milik sendiri.
“Sempat kebayang kalau saat dia enggak ada lalu rumahnya belum jadi dan kita masih di kontrakan. Saya bersyukur rumah sesuai keinginan Odek berhasil diwujudkan, saya bisa merasakan perasaannya saat itu sangat lega. Ini pride-nya dia,” papar Nunit.
Cerita Cita-cita Almarhum Suami dan Rumah Nunit Kini
Kini Nunit menjalani hidupnya beserta kedua anaknya. Di bawah naungan rumah yang nyaman dengan halaman yang nyaman dan lapang. Sebagian pohon belimbing masih tetap ada. Bahkan Nunit bekerjasama dengan seorang petani penggarap untuk mengurusi kebon belimbing tersebut dan boleh menjual hasilnya. Ia hanya meminta agar keluarganya bisa mencicipi hasil panennya.
Area ruang tamu kini beralih fungsi menjadi mushola. Dan kebun kini terlihat lebih hijau karena di masa pandemi ini Nunit banyak meluangkan waktu untuk berkebun, juga meneruskan hobi suami menanam sayuran.
“Ada cita-cita Odek lainnya yang belum kesampaian, yaitu piara ayam,” kata Nunit sambil tertawa. Dan kini, sudah berdiri kokoh sebuah kandang ayam besar di sudut halamannya. Di dalamnya ramai dihuni oleh beberapa jenis ayam, mulai dari ayam kampung hingga ayam kalkun.
Itulah cerita perjalanan wujudkan mimpi punya rumah sendiri Nunit bersama almarhum sang suami. Cerita yang akan selalu manis dikenang meski menyisakan duka mendalam. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Erin Metasari, Foto: Hadi Barong
Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.
Kalkulator KPR
Ketahui cicilan bulanan untuk hunian idaman Anda lewat Kalkulator KPR.