RumahCom – Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan masyarakat dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Islam memberikan batasan kekayaan yang wajib dizakati dan syarat-syaratnya. Menurut Dr Yusuf al Qardhawi, ada beberapa syarat harta kekayaan yang wajib dizakati, yaitu milik penuh, berkembang, cukup senisab, lebih dari kebutuhan biasa, bebas dari hutang, berlalu setahun (al Qardhawi, 2007, Hukum Zakat: 125).
Al Qardhawi juga menjelaskan, ada dua macam kepemilikan tanah, yaitu, tanah yang dimiliki atau dibeli dengan maksud untuk mencari laba. Adapun memiliki rumah dan tanah tidak menjadikan harta ini wajib dizakati. Karena memang rumah, tanah, kendaraan tidak ada zakatnya kecuali jika menjadi barang niaga, atau disewakan.
Karena hal tersebut, maka dalam artikel kali ini akan membahas tentang konsep zakat tanah yang disewakan, yang terdiri dari:
- Apa Itu Konsep Zakat Tanah yang Disewakan?
- Dasar Hukum Sewa-menyewa
- Dasar Hukum Zakat Tanah yang Disewakan
- Aturan yang Berlaku dalam Penyewaan Zakat Tanah
4 Jenis Hukum Wakaf, Pengertian, dan Syaratnya
Simak selengkapnya 4 Jenis Hukum Wakaf, Pengertian, dan Syaratnya di sini!
Apa Itu Konsep Zakat Tanah yang Disewakan?

Konsep zakat tanah yang disewakan adalah kasus dimana seorang pemilik tanah menyewakan
tanah untuk ditanami atau dimanfaatkan dalam hal ekonomi. Namun dalam hal ini zakat mengenai siapa yang menanggung zakat penghasilan tersebut ada dua pendapat yang berbeda.
Pertama, menurut Imam Asy Syafi’i & Daud, zakat penghasilan dari tanah yang disewa ditanggung oleh si penyewa. Sedangkan menurut Abu Hanifah, zakatnya ditanggung si pemilik tanah. Apabila seseorang meminjam tanah untuk ditanami, maka mayoritas ulama menetapkan bahwa zakatnya ditanggung oleh yang meminjam.
Penyebab perselisihan paham dalam hal ini adalah masalah hak milik. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rusyd (Bidayatul Mujtahid 1: 211), bahwa Ibnu Qudamah berkata: "Zakat itu wajib terhadap tumbuh-tumbuhan, seperti zakat perniagaan, karena itu diwajibkan bukan terhadap pemilik tempat." (Al Mughni 2:522).
Zakat tanah yang disewakan adalah wajib atas pemilik bila ia menanami tanahnya. Ada empat kasus zakat atas tanah ini:
- Jika pemilik tanah adalah petani yang menanaminya sendiri lahannya, maka zakat hasilnya dalam kasus tersebut adalah 10 persen atau lima persen dari tanah dan hasil tanamannya sendiri, yaitu zakat dari tanah yang dipinjam dari dirinya sendiri.
- Bila orang itu meminjamkan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami atau dimanfaatkan, tanpa imbalan apa pun (bukan sewa), dan ini sangat terpuji dan dianjurkan oleh Islam, maka zakatnya dibebankan kepada orang yang diberi pinjaman tanah tersebut.
- Bila pemilik tanah menyerahkan penggarapan tanahnya itu kepada orang lain dengan imbalan hasil tertentu, misalnya seperempat, maka zakat dikenakan atas kedua bagian pendapat masing-masing setelah mencapai senisab hasil pengelolaan tanah dari setiap bagian (bila salah satu bagian tidak mencapai senisab, maka tidak wajib berzakat).
- Namun, menurut mazhab Syafi’I sebagaimana dikutip oleh Ahmad, berpendapat bahwa zakat atas harta perserikatan dihitung dan dikeluarkan secara bersama-sama. Bila pemilik tanah menyewakan tanahnya itu dengan sewa berupa uang atau sejenisnya, yang menurut Jumhur hukumnya boleh, maka siapakah yang berkewajiban membayar zakatnya, ulama berbeda pendapat.
Ibnu Rusyd mengatakan, sebab perbedaan pendapat itu adalah ketidakpastian tentang apakah zakat merupakan beban tanah, beban tanaman, atau beban keduanya.
Setelah disepakati bahwa zakat adalah beban keduanya (tanah dan tanaman), masih terdapat perbedaan tentang soal mana di antara keduanya itu yang lebih tepat untuk disepakati dibebani zakat.
Jumhur berpendapat bahwa biji tanamanlah yang terkena kewajiban zakat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa tanahlah sebagai penentu yang lebih tepat untuk dikenakan zakat.
Sedangkan Abu Zahra mengatakan, "Sebagian ulama kontemporer berpendapat bahwa zakat yang dipungut dari pemilik tanah dan penyewa adalah sesuai dengan hasil bersih yang diperolehnya setelah pajak dari pihak pemilik dan biaya dari pihak penyewa dikeluarkan."
Artinya, keduanya membayar zakat setelah hasil bersihnya mencapai senisab. Demikian pula konteks tanah dapat dianalogikan dengan pemanfaatan tanah seperti bangunan.
Jika mengacu kepada pendapat Abu Zahra ini, maka hasil sewa tanah yang telah mencapai senisab dikenakan pajak, demikian pula pengguna lahan akan dikenakan zakat setelah mencapai senisab sesuai peruntukannya.
Sekarang Anda sudah memahami konsep zakat tanah yang disewakan. Sama halnya dengan tanah, rumah juga bisa disewakan. Namun, di sisi lain Anda juga bisa membeli rumah dengan pembiayaan KPR sehingga Anda bisa membayarnya dengan cicilan per bulan yang mirip dengan menyewa rumah. Berikut daftar hunian terbaik di Bandung dibawah Rp1 miliar yang bisa Anda pilih!
Dasar Hukum Sewa-menyewa

Selain jual beli, salah satu kegiatan dalam bisnis properti adalah sewa-menyewa. Kegiatan menyewa properti seperti menyewa rumah, ruko, apartemen, kost dan lain sebagainya sudah lumrah dan jamak dilakukan dalam masyarakat Indonesia.
Karena pentingnya kegiatan sewa menyewa dalam masyarakat, kegiatan sewa menyewa ini juga telah diatur secara jelas dan terperinci dalam hukum agama Islam. Dalam hukum Islam, sewa menyewa dikenal dengan istilah Ijarah.
Ijarah
Secara harfiah, ijarah berasal dari kata al-ajru dari bahasa Arab yang menurut bahasa Indonesia berarti ganti dan upah. Sementara secara etimologi, ijarah bermakna menjual manfaat. Dalam arti luas, ijarah adalah akad atas kemanfaatan suatu barang dalam waktu tertentu dengan pengganti sejumlah tertentu yang telah disepakati.
Dilansir dari Dsnmui.or.id, menurut fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Hukum ijarah adalah mubah atau diperbolehkan.
Tata Cara Ijarah
Praktik tata cara ijarah ijarah sangat sering dijumpai dalam masyarakat, apalagi jika berkaitan dengan sewa menyewa properti. Dalam hukum Islam, ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti didefinisikan sebagai akad memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Tata cara ijarah harus melalui ketentuan hukum agama yang betul agar transaksinya halal. Bentuk tata cara ijarah ini mirip dengan kegiatan leasing atau sewa pada bisnis konvensional namun dengan syarat dan rukun tertentu.
Dalam hukum Islam, pihak yang menyewa atau lessee disebut dengan mustajir. Pihak yang menyewakan atau lessor disebut dengan mu’jir atau muajir. Kemudian biaya sewa disebut ujrah.
Dasar Hukum Zakat Tanah yang Disewakan

Berbicara dasar hukum zakat yang disewakan, Mazhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa penyewalah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama. Sedangkan menurut Abu Hanifah yang membayar zakat itu dibebankan kepada pemilik tanah.
Pendapat tersebut berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur‟an Surah Al-Baqarah ayat : 26
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Imam Ahmad bin Hanbal mengambil sumber hukum al-Qur’an dan Hadist, penetapan antara pemilik dan penyewa tanah berkewajiban mengeluarkan zakat dengan alasan adanya perbedaan mencolok sehingga mengambil jalan tengah.
Selain itu juga belum ada dalil yang jelas dalam penetapan zakat hasil tanah sewa, kemudian ketetapan antara pemilik tanah dan penyewa untuk mengeluarkan zakat tidak bertentangan dengan nash yang jelas yakni Al-Qur’an dan hadist.
Berdasarkan hadis dari riwayat Abu Daud, adapun besar zakat yang dikeluarkan adalah 10%. Dengan ketentuan bahwa tanah tersebut baik atau cocok untuk ditanami apabila tanah tersebut tidak baik atau tidak cocok untuk ditanami maka zakatnya bagi penyewa.
Sedangkan kewajiban 10% itu jika sudah atau ketika waktu panen untuk penyewa, dengan syarat ketika panen tidak rusak hasilnya. Adapun bagi pemilik tanah zakat 10 % itu ketika pemilik tanah menerima uang sewa.
Aturan yang Berlaku dalam Penyewaan Zakat Tanah

Setelah membahas tentang Ijarah, yakni imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya, Anda juga harus memperhatikan aturan yang berlaku tentang penyewaan zakat tanah.
Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
- Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah baligh dan berakal sehat.
- Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
- Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
- Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
- Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak.
Misalnya, ada orang akan menyewa sebuah rumah. Si penyewa harus menerangkan secara jelas kepada pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau ditempati atau dijadikan gudang.
Tips Rumah.com
Unsur legalitas dari properti yang akan dipilih sangat perlu dipertimbangkan dalam transaksi syariah. Ini disebabkan tidak terlibatnya lembaga besar seperti bank dalam properti syariah.
Dengan demikian, si pemilik rumah akan mempertimbangkan boleh atau tidak disewa. Sebab risiko kerusakan rumah antara dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai sebagai gudang. Demikian pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja.
- Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
- Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati bersama.
Kriteria Zakat Tanah Sewa
Mengenai kriteria zakat tanah sewa ada yang harus diperhatikan sebagaimana berikut:
- Tanah dari negeri yang penduduknya masuk Islam dan dikuasai oleh mereka.
Misalnya, Madinah, Taif, Yaman, Bahrain, dan demikian juga Makkah yang ditaklukkan dengan didahului peperangan, tetapi Rasulullah SAW mempersembahkannya kembali kepada penduduknya dan tidak mengganggu penduduk dan harta benda mereka.
Harta benda yang terlepas dari pemiliknya kemudian pemiliknya itu masuk Islam, maka harta benda mereka dikembalikan dan tanah mereka termasuk kategori ushur.
- Tanah dari negeri yang ditaklukkan dengan kekerasan.
Artinya, melalui peperangan antara penduduknya dan kaum Muslimin, kemudian oleh orang yang berwenang tidak dijadikan fei.
Tetapi dijadikan ghanimah yang menjadi hak yang berwenang seperlima dan empat perlima lagi dibagi-bagi kepada mereka yang menaklukkan, seperti dilakukan Nabi SAW terhadap tanah negeri khaibar, yang dimiliki orang Yahudi.
Tanah itu menjadi milik para penakluk itu yang statusnya tidak bisa lain dari ushur. Demikian juga statusnya tanah-tanah hak bertuan yang berhasil dikuasai dan dibagi-bagi oleh yang menguasainya dan seperlima di antaranya diberikan kepada penguasa.
- Tanah yang tidak ada pemilik dan penghuninya, yang diberikan oleh penguasa kepada prajurit, di dalam semenanjung Arab.
Misalnya tanah yang diberikan Rasulullah SAW dan para khalifah sesudah beliau di Yaman, Yamama, Basra, dan lain-lain.
- Tanah mati yang dirawat oleh seorang Muslim sehingga bermanfaat kembali dengan menyiramnya dan menanaminya.
Itulah penjelasan mengenai konsep zakat tanah yang disewakan, dan aturan yang berlaku dalam hukum islam.
Tonton video berikut tips membuat akta jual beli tanah!
Temukan lebih banyak pilihan rumah terlengkap di Daftar Properti dan Panduan Referensi seputar properti dari Rumah.com
Hanya Rumah.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Tanya Rumah.com
Jelajahi Tanya Rumah.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami
