To comply with GDPR we will not store any personally identifiable information from you. Therefore we will serve sub-optimal experience where some features such as Login/Signup are disabled. However, you will be able to search and see all the properties, see agent contact details and contact them offline on your own.
We've updated our privacy policy to reflect our commitment to ensuring the security of your data. Please check out our updated Kebijakan Privasi for more details. By continuing browsing this website, you are giving consent towards the same.
Rumah Baileo, Rumah Adat Maluku, Keunikan dan Ciri Khasnya
Rumah Baileo, Rumah Adat Maluku, Keunikan dan Ciri Khasnya
30 November 2020 • 6 mins read
Indonesia begitu kaya akan budayanya, termasuk soal rumah adat masing-masing daerah. Maluku pun, tak kalah unik dalam hal keunikan dan ciri khas rumah adatnya.
Layaknya provinsi lain di Tanah Air, Maluku juga punya ciri khas daerah dan budaya tersendiri. Sumber: indonesia.go.id
RumahCom – Indonesia terdiri dari 34 provinsi, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Tiap provinsi memiliki budaya dan ciri khasnya masing-masing. Begitu pula dengan Maluku, dengan Ambon sebagai Ibukotanya. Berada di kawasan Timur Tanah Air, Maluku terletak di posisi strategis.
Letaknya menjadi penghubung wilayah Selatan yakni Negara Australia dan Timor Leste, dengan wilayah Utara yakni Maluku Utara dan Sulawesi. Provinsi Maluku juga berada pada jalur lintas internasional yang dilalui oleh 3 Alur Laut Kepulaun Indonesia (ALKI). Posisi ini mempunyai arti yang sangat strategis di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi.
Sebagai daerah kepulauan, Maluku memiliki luas wilayah 712.480 km2, terdiri dari sekitar 92,4% lautan dan 7,6% daratan dengan jumlah pulau mencapai 1.412 buah pulau dan panjang garis pantai 10.662 Km. Sejak tahun 2008, Provinsi Maluku terdiri atas sembilan kabupaten dan dua kota. Demikian dikutip dari laman resmi Provinsi Maluku.
Layaknya provinsi lain di Tanah Air, Maluku juga punya ciri khas daerah dan budaya tersendiri. Salah satunya adalah arsitektur rumah adat Maluku yang unik dan patut dilestarikan. Melalui artikel ini, Rumah.com akan mengajak Anda mempelajari informasi menarik, diantaranya:
Pesona Rumah Adat Maluku
Rumah Adat Maluku: Rumah Baileo
Rumah Adat Maluku: Rumah Sasadu
Rumah Adat Maluku: Rumah Hibualamo
1. Pesona Rumah Adat Maluku
Ketiga rumah adat Maluku punya ciri khas dan bentuk arsitektur yang berbeda. Sumber: Pixabay
Warisan budaya yang dimiliki Maluku memang menakjubkan. Sebagai rekaman dasar, tentunya warisan budaya juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan menggali ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan, serta berdampak pada bidang ekonomi dan pariwisata. Jika terus dilestarikan, warisan budaya seperti rumah adat khas penduduk Maluku pun bisa menarik wisatawan secara masif.
Mengenai rumah adat Maluku, ada tiga model yang patut diketahui. Yakni Baileo, Sasadu, dan Hibualamo. Ketiganya punya ciri khas dan bentuk arsitektur yang berbeda. Berikut penjelasan singkatnya.
Rumah Baileo
Bangunan ini berbentuk rumah panggung atau rumah berkolong, dan berdenah persegi. Pondasi bangunan terbuat dari kayu, papan dan daun sagu sebagai atapnya. Berbeda dengan kebanyakan rumah adat di Indonesia, rumah adat Baileo dikenal memiliki ukuran yang sangat luas dan besar. Mau punya rumah dengan ukuran tanah yang luas di atas 200 meter persegi di Tangerang Selatan? Cek pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp500 jutaan di sini!
Rumah Sasadu
Bentuk rumah Sasadu seperti rumah panggung dengan batang pohon sagu sebagai pilar dan anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah. Rumah adat Sasadu tidak punya pintu dan dinding penutup. Rumah ini dibangun tanpa menggunakan paku, melainkan bahan alam yaitu pasak kayu.
Rumah Hibualamo
Rumah Hibualamo berbentuk delapan sudut (octagon) dengan ornamen ukiran binatang pada bumbungan rumah dan tiang-tiangnya.
2. Rumah Adat Maluku: Rumah Baileo
Pada masa lalu, Baileo juga biasa dijadikan sebagai rumah Raja atau Kepala Desa dan juga tempat beribadah. Sumber: Kemendikbud
Baileo adalah sebutan untuk rumah adat orang Maluku. Salah satu wilayah dimana bangunan ini masih terpelihara dengan baik adalah di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Melansir laman Kapata Arkeologi Kemdikbud, rumah Baileo tidak difungsikan sebagai rumah tinggal, melainkan hanya digunakan pada pelaksanaan acara adat atau keagamaan. Berdasarkan fungsinya, maka Baileo kurang lebih sama dengan kata balai dalam bahasa Indonesia.
Bangunan Baileo yang dapat ditemukan di sebagian besar negeri adat di Kecamatan Saparua umumnya berukuran cukup luas, terdiri dari hanya satu ruangan tanpa sekat. Bangunan ini berbentuk rumah panggung atau rumah berkolong dan berdenah persegi. Pondasi bangunan terbuat dari kayu, papan, dan daun sagu sebagai atapnya.
Namun perkembangan saat ini, beberapa di antara bangunan-bangunan ini telah menggunakan bahan modern seperti semen dan atap senk. Walau demikian, hal ini tidak memengaruhi nilai dalam keberadaan Baileo itu sendiri. Terbukti masyarakat setempat masih memelihara nilai adat yang tercermin dalam pemeliharaan dan pelestarian Baileo, sehingga tetap ada sampai saat ini.
Rumah adat Baileo sendiri merupakan milik suku Huaulu, penduduk asli Pulau Seram, Ambon. Baileo memiliki arti penting dalam eksistensi suku Huaulu. Hal itu bukan saja karena Baileo berfungsi sebagai tempat berkumpulnya warga untuk membahas berbagai masalah, tapi juga sebagai tempat mereka membicarakan strategi perang. Pada masa lalu, Baileo juga biasa dijadikan sebagai rumah Raja atau Kepala Desa dan juga tempat beribadah.
Untuk mendirikan sebuah rumah Baileo, Suku Huaulu biasa mengadakan upacara dengan berbagai ritual di dalamnya. Konon, dalam ritual ini sebuah bangunan Baileo harus menggunakan tengkorak manusia. Tengkorak yang digunakan berasal dari musuh-musuh suku Huaulu yang telah mati. Tengkorak dijadikan pondasi utama untuk tiang-tiang di seluruh bangunan. Akan tetapi sekarang, ritual tersebut sudah tidak diterapkan lagi.
Tip Rumah
Sekarang, masyarakat suku Huaulu menggunakan tempurung kelapa sebagai pengganti tengkorak manusia untuk pondasi bangunan Baileo.
Secara arsitektur, Baileo memiliki banyak tiang penyangga yang biasanya diberi hiasan berukir. Menurut tradisi, untuk masuk ke dalam rumah, tamu diwajibkan menaiki sebuah tangga berukuran sekitar 1,5 meter. Prosesi ini membawa pengunjung memasuki ruang utama Baileo yang merupakan tempat berkumpulnya seluruh warga desa.
Tampilan ruang utama Baileo cukup besar dan terbuka tanpa adanya penyekat jendela atau pintu. Di sisi kanan dan kiri terdapat tempat duduk yang sangat panjang. Tempat duduk ini mengelilingi bangunan dan dapat digunakanakan untuk berbagai hal seperti duduk, rapat, bahkan makan besar secara bersama-sama.
Di salah satu sudut Baileo, terdapat satu ruangan yang biasa dijadikan area privasi berupa kamar tidur. Uniknya, kamar tidur ini tidak sekadar difungsikan sebagai tempat istirahat layaknya rumah modern. Melainkan suku Huaulu menggunakan ruang tersebut untuk memasak dan kegiatan rumah tangga lainnya.
3. Rumah Adat Maluku: Rumah Sasadu
Rumah adat Maluku, Sasadu, dibangun tanpa menggunakan paku, melainkan bahan alam yaitu pasak kayu. Sumber: situsbudaya.id
Sasadu berasal dari kata Sasa - Sela - Lamo atau besar dan Tatadus - Tadus atau berlindung. Dari asal katanya, arti Sasadu bermakna berlindung di rumah besar. Bentuk rumahnya seperti rumah panggung dengan batang pohon sagu sebagai pilar, dan anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah.
Rumah Sasadu tidak punya pintu dan dinding penutup. Rumah adat Maluku ini dibangun tanpa menggunakan paku, melainkan bahan alam yaitu pasak kayu. Pasak kayu digunakan untuk memperkuat sambungan dan tali ijuk dari pengikat rangka atap. Sementara lantai pada rumah terbuat dari semen karena pemeliharaannya lebih mudah. Rumah Sasadu dilengkapi bendera besar yang disebut panji dan bendera kecil yang disebut dayalo.
Rumah adat Maluku ini terletak di Halmahera Barat, dimana sebagian besar dijadikan tempat tinggal Suku Sahu. Sasadu itu sendiri, merupakan lambang dari perahu perang terbalik (Kangunga tego-tego). Di Desa Gamtala, Halmahera Barat, rumah Sasadu dibuat pertama kali di tahun 1920. Keunikan dari rumah ini adalah perpindahan yang sudah terjadi tiga kali seiring perpindahan penduduk dari Kampung Tua Gamdowora ke Gamgono, hingga ke Desa Gamtala.
Sasadu difungsikan juga sebagai tempat pertemuan dan pelaksanaan ritual makan adat Orom Sasadu, yang biasa diadakan untuk syukuran panen padi dalam setahun sekali. Upacara adat Orom Sasadu berlangsung selama 7 hari 7 malam. Orom Sasadu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai ucapan syukur atas hasil panen dan sebagai aturan hidup masyarakat.
4. Rumah Adat Maluku: Rumah Hibualamo
Hibualamo merupakan gabungan dari dua kata yakni Hibua yang berarti rumah, dan Lamo yang berarti Besar. Sumber: mapio.net
Rumah adat Maluku yang terakhir adalah Hibualamo. Jika rumah Sasadu berasal dari Halmahera Barat, maka Hibualamo merupakan rumah adat asli Halmahera Utara. Hibualamo, seperti dikutip Warisan Budaya Kemdikbud, telah ada sejak 600 tahun yang lalu. Ini berarti dapat diperkirakan sejak tahun 1400-an Hibualamo telah ada.
Hibualamo merupakan gabungan dari dua kata yakni Hibua yang berarti rumah, dan Lamo yang berarti Besar. Rumah ini berbentuk delapan sudut dengan ornamen ukiran binatang pada bumbungan rumah. Sebenarnya dari suku bangsa atau klan atau hoana yang bermukim di Halmahera Utara, tidak satupun dari mereka yang menyebut rumah adat mereka dengan sebutan Hibualamo.
Orang Tobelo, orang Modole dan orang Pagu, menyebut rumah adat mereka dengan sebutan Halu yang berarti ‘diangkat atau ditinggikan’, dengan ornamen berbentuk perahu di bumbungan rumah dan motif anyaman pada tiang-tiangnya. Sedangkan Orang Galela menyebut rumah adat mereka dengan sebutan Bangsaha. Bangsaha sendiri berasal dari kata Bangi Ma Soha yang berarti ‘alas atau dasar bangunan’.
Orang Tobaru menyebut rumah adat mereka dengan sebutan Halu yang berarti ‘bertahan’ dengan bentuknya delapan sudut. Sementara Orang Loloda menyebut rumah adat mereka Halu yang berarti ‘kekuatan’ dan berbentuk delapan sudut.
Kendati berbeda penyebutan, tetapi secara arsitektur bangunan rumah adat suku bangsa di Halmahera Utara memiliki persamaan bentuk. Ialah pola delapan sudut (octagon) dengan ornamen pada bumbungan dan tiang-tiangnya. Dalam sejarahnya, istilah Hibualamo muncul ketika suku bangsa di Halmahera Utara turun dan bermukim di wilayah pesisir.
Beli rumah bukan hanya harga rumahnya saja yang harus disiapkan, tapi juga bujet untuk hal-hal lainnya. Simak video berikut!
Ketika bermukim di daerah pesisir, kebudayaan orang Halmahera Utara mulai terbawa unsur Kesultanan Ternate. Sehingga diperkirakan Hibualamo mendapat pengaruh yang menjadikan namanya berubah ke ‘Hibualamo’.
Secara fungsi, Hibualamo tak berbeda jauh dengan rumah adat Maluku lainnya yakni Baileo dan Sasadu. Yakni sebagai tempat berkumpul menyelesaikan masalah-masalah dengan aturan adat, sebagai penanda identitas ketika menempati sebuah kampung, tempat mensyukuri hasil, hingga tempat membicarakan kepentingan bersama.
Pada zaman dahulu, fungsi utama rumah Hibualamo adalah sebagai rumah pemujaan nenek moyang. Namun ketika agama Islam dan Kristen masuk dan berkembang, fungsinya pun ikut berubah. Dari yang dahulu sebagai tempat pemujaan nenek moyang, berubah fungsi menjadi tempat pertemuan untuk membicarakan berbagai kepentingan bersama masyarakat.
Dewasa ini bangunan Hibualamo juga sudah mendapat sentuhan-sentuhan arsitektur modern, sehingga ada perkembangan bila dilihat dari sisi desainnya. Meski demikian, nilai yang mendasari bangunan Hibualamo sama sekali tidak mengalami perubahan. Hal tersebut tetap harus dipelihara demi menjaga letak kesakralan rumah adat Maluku Hibualamo, dimana manusia sebagai mahluk hidup ciptaan Tuhan, harus mampu menjaga perdamaian meski berbeda latar kesukuan maupun kepercayaan.